Jumat, 16 Oktober 2009

Hadits Tentang Tabungan

“Abbas bin Abdul Muthalib jika menyerahkan harta sebagai mudharabah, ia mensyaratkan kepada mudharibnya agar tidak mengarungi lautan dan tidak menuruni lembah, serta tidak membeli hewan ternak. Jika persyaratan itu dilanggar, ia (mudharib) harus menanggung resikonya. Ketika persayaratan yang ditetapkan Abbas itu didengar Rasulullah beliau membenarkannya.” (HR. Thabrani dari Ibnu Abbas)

Ijma’. Diriwayatkan sejumlah sahabat menyerahkan (kepada mudharib) harta anak yatim sebagai mudharabah dan tidak ada seorang pun mengingkari mereka. Karenanya hal itu dipandang sebagai ijma’ (Wahbah Zuhaily, Al-Fiqhu Al-Islam wa Adillatuhu)

Pada saat ini, kebutuhan masyarakat akan sebuah lembaga, dalam hal ini bank, yang dapat menyimpan harta mereka sangat dibutuhkan. Karena tidak mungkin seseorang yang memiliki harta dalam jumlah yang sangat besar menyimpan di rumah atau di bawah bantal. Sehingga menimbulkan ketidaknyamanan dan meresahkan keamanan.

Selain itu, harta yang disimpan di bank dapat diproduktifkan bagi mereka yang memiliki keahlian tetapi kurang dalam modal. Sehingga tolong-menolong dalam kebaikan dapat diwujudkan. Yang penting, dlam menyimpan uang tersebut sesuai dengan prinsip-prinsip syariah. Maka menyimpan di bank syariah suatu kemestian, karena bank syariah-lah yang beroperasi sesuai dengan prinsip-prinsip syariah. Bukan bank yang lain. Ingat bank syariah. Wallaahu a’lam (zar)

Hadits Anjuran Melunasi Utang Bagi Yang mampu

Rasulullah Saw bersabda: “Menunda pembayaran utang oleh orang kaya adalah suatu kezhaliman, dan bila seorang dari kamu utangnya dialihkan ke orang kaya, maka hendaklah ia menerima.” (Shahih Muslim No. 2924)

Rasulullah Saw bersabda: “Sesungguhnya Allah senantiasa menyertai orang yang berhutang hingga ia melunasi utangnya, selama utangnya itu tidak dibenci Allah.” (Riwayat Ibnu Majah, Ad-Darimy, Al-Hakim, Al-Baihaqi dan dinyatakan sebagai hadits shahih oleh Al-Albani)

Islam sangat memperhatikan hubungan muamalah antara umatnya, agar satu dengan yang lain tidak merasa terdzolimi atau mendzolimi. Begitu pula dalam pelunasan hutang, Islam sangat menganjurkan agar seseorang yang memiliki hutang kepada seseorang agar segera untuk melunasinya, jangan ditunda-tunda jika memang mampu untuk membayar hutang tersebut.

Hal ini tercermin dalam sabda Rasulullah saw di atas, bahwa seseorang yang mampu untuk melunasi hutangnya, namun menunda-nundanya bisa dikatakan bahwa orang tersebut termasuk dari orang-orang yang dzolim.

Perlu diperhatikan bahwa apabila dalam hidup ini seseorang masih memiliki hutang yang belum terlunaskan, maka dalam sebuah hadits Rasulullah memberikan penjelasan, “Jiwa seorang mukmin masih bergantung dengan hutangnya hingga dia melunasinya.” (HR. Tirmidzi)

Mudah-mudahan kita semua terbebas dari hutang, dan segera melunasinya jika masih memiliki hutang. Wallaahu a’lam (zar, pkesinteraktif.com)

Prinsip Ekonomi Syariah dengan Akad Musyarakah

Kata musyarakah di dalam bahasa Arab berasal dari kata syaraka yang artinya pencampuran atau keikutsertaan dua orang atau lebih dalam suatu usaha tertentu dengan sejumlah modal yang di tetapkan berdasarkan perjanjian untuk bersama-sama menjalankan suatu usaha dan pembagian keuntungan dan kerugian dalam bagian yang ditentukan. Musyarakah dapat juga di artikan sebagai akad kerjasama antara dua pihak atau lebih untuk usaha tertentu, dimana masing-masing pihak memberi kontribusi dana atau keahliannya dengan kesepakan bahwa keuntungan dan resiko akan di tanggung bersama.

Para Ulama dari Mazhab Hanafi mendefinisikan musyarakah sebagai akad di antara rekanan/partner pada modal dan profit, disebut juga sebagai syirkah al-aqad atau contractual partnership.

Para Ulama dari Mazhab Shafi’i mendefinisikan musyarakah sebagai konfirmasi dari hak bersama dari dua orang atau lebih terhadap sebuah properti atau di sebut juga syirkah al-mulk.

Para Ulama dari Mazhab Hanbali mendefinisikan musyarakah sebagai hak bersama dan kebebasan untuk menggunakan hak tersebut.

Sedangkan para uLama dari Mazhab Maliki mendefiniskannya sebagai pemberian izin untuk bertransaksi, di mana setiap orang dari pada rekanan tersebut mendapat izin untuk melakukan transkasi dengan menggunaka properti bersama, sementara itu pada saat yang bersamaan masih memiliki hak untuk bertransaksi pada pihka lain dengan menggunakan properti yang sama.

Dari semua definisi-definisi musyarakah tersebut di atas, definisi dari mazhab Hanafilah yang lebih bisa menjelaskan essensi dari transaksi modern mengenai kontrak kerjasama usaha/ bisnis partnership, dimana bentuk kerjasamanya adalah profit-and-loss-sharing (PLS). Pada sistim kerjasama PLS ini, untung dan rugi di tanggung bersama.


Legalitas dari Musyarakah


Sumber legalitas dari Musyarakah adalah Al-Qur’an dan Sunnah:


1.Al-Qur’an: tafsir dari surat Al Maidah, ayat 2:


“tolong-menolonglah kamu dalam mengerjakan kebajikan dan taqwa”.

Maksud dari pada ayat ini adalah Allah SWT telah berfirman agar manusia saling tolong menolong dan bersama-sama berusaha untuk suatu tujuan yang baik , dengan kata lain Musyarakah adalah sebuah bentuk usaha atas dasar saling tolong-menolong antara sesama manusia dengan tujuan mendapatkan profit/laba, oleh sebab itu Prinsip dari musyarakah ini sangat dianjurkan dalam agama Islam.


2.Al-Qur’an: tafsir dari surat Al-Sad ayat 24 :

“ dan sesungguhnya kebanyakan dari orang-orang yang berserikat itu sebagian dari mereka berbuat zalim kepada sebagian yang lain, kecuali kepada orang–orang yang beriman dan mengerjakan amal yang saleh, dan amat sedikitlah mereka ini”.

Penggalan dari ayat Al-Qur’an ini mendukung keberadaan prinsip dari pada musyarakah, dimana setiap partner dalam bisnis haruslah mempunya akhlak yang baik pada saat melakukan usaha bisnisnya.

3.Sunnah: Nabi Muhammad SAW dalam bentuk hadist qudsi mengatakan bahwa Allah telah berfirman:

“ Aku pihak ketiga dari dua orang yang bersyarikat selama salah satunya tidak mengkhianati yang lainnya”.

Hadist ini memberikan indikasi bahwa Allah akan selalu menjaga setiap bisnis partner beserta usaha/bisnis bersama mereka. Untuk itu setiap Muslim dianjurkan untuk dapat melakukan kerjasama bisnis, dengan catatan setiap mitra/partner adalah orang yang jujur dan menghormati hak masing-masing dari para mitra bisnisnya.

Syarat dan ketentuan dari musyarakah,

Syarat dari akad, yaitu ketiga rukun akad harus terpenuhi:

  1. Sighah / Ijab dan qabul
  2. Pihak-pihak yang berkontrak
  3. Subject matter/Modal dan kerja

Ketentuan mengenai modal:

1.Kontribusi modal dapat berbentuk tunai, emas,perak atau benda lain yang nilai nya sama dengan tunai,emas atau perak. Jumhur Ulama telah sepakat akan hal ini dan tidak ada perdebatan mengenai modal untuk aqad musyarakah ini.

2.Modal dapat berbentuk komoditi, properti atau equipment, dapat pula berbentuk intangible right atau trademark, dan hak yang serupa dengan catatan nilai dalam bentuk tunai nya sama dengan yang sudah di sepakati di antara partner/mitra bisnis.

Para Ulama dari Mazhab Shafi’i dan Maliki mensyaratkan bahwa modal harus di campur agar tidak terjadinya perlakuan hak istimewa dalam pengelolalan bisnis diantara para mitra.

Sedangkan para ulama Mazhab Hanafi tidak mensyaratkan kondisi ini apabila modal dalam bentuk tunai, sementara Para Ulama Mazhab Hanbali tidak menentukan keharusan untuk pencampuran modal.

Jenis-jenis akad musyarakah

Musyarakah di bagi dalam 2 jenis: syirkah al-inan atau unequal-shares partnership, dan syirkah al-mufawadah atau equal-shares partnership.

1.Syirkah al-Inan, dimana dua orang atau lebih memberikan penyertaan modalnya dengan porsi yang berbeda, dengan bagi hasil keuntungan yang di sepakati bersama, dan kerugian yang di derita akan di tanggung sesuai dengan besarnya porsi modal masing-masing. Dalam hal pekerjaan dan tanggung jawab dapat di tentukan dengan kesepakatan bersama dan tidak tergantung dari porsi modalnya. Begitu juga dengan keuntungan yang di dapat, tidak tergantung dari porsi modal, tapi disesuaikan dengan perjanjian dimuka.

Setiap mitra pada syirkah al-inan ini bertindak sebagai wakil daripada mitra yang lainnya dalam hal modal dan pekerjaan yang di lakukan untuk keperluan transaksi bisnisnya. Setiap mitra tidak saling memberikan jaminan pada masing masing mitra bisnisnya. Akad musyarakah ini tidak mengikat dan pada saat tertentu, setiap partner/mitra bisnis berhak memutuskan untuk mengundurkan diri dan membatalkan kontrak kerjasama ini dan menjual sahamnya kepada mitranya atau pihak yang lain yang bersedia menjadi mitra baru dari usaha bisnis tersebut.

2.Syirkah al-mufawadah, pada musyarakah jenis ini, setiap partner menyertakan modal yang sama nilainya, mendapatkan profit sesuai dengan modalnya, begitu juga dengan kerugian, ditanggung bersama-sama sesuai dengan modalnya. Para Ulama dari Mazhab Hanafi mengatakan bahwa setiap partner saling menjamin/garansi bagi partner yang lainnya. Para Ulama dari Mazhab Hanafi dan Zaidi memandang ini sebagai bentuk partnership yang legal. Sementara para ulama dari mazhab Shafi’i dan Hanbali memandang bahwa yang dipahami oleh mazhab Hanafi adalah illegal dan tidak mendasar. Pada applikasi modern jenis syirkah ini dapat diimplementasikan sepanjang hak dan kewajiban dari masing-masing partner disebutkan pada perjanjian kontrak kerjasamanya. Sesungguhnya syirkah jenis mufawadah sangat sulit diapplikasikan karena mulai dari modal, kerja dan keahlian dari setiap partner dalam mengelola bisnis harus semuanya sama porsinya.


Dilihat dari modal dan jenis pekerjaannya, Musyarakah dapat dibagi lagi menjadi tiga kelompok:

1.shirkah al-amwal: modal dalam bentuk uang dimana setiap partner menempatkan dananya untuk keperluan investasi pada suatu perusahaan komersil.

2.shirkah al-amal: modal dalam bentuk kerja, dimana dua orang seprofesi bekerjasama untuk menerima pekerjaan secara bersama dan mengambil keuntungan dari pekerjaan itu. Misalnya: kerjasama dua orang penjahit dalam menerima pekerjaan untuk menjahit seragam kantor.

3.shirkah al-wujuh: modal dalam bentuk reputasi atau keahlian dalam bisnis, dimana dua orang atau lebih yang tidak memiliki modal sama sekali membeli barang secara kredit dari suatu perusahaan dan menjual kembali pada pihak lain secara tunai. Keuntungan dari hasil penjualan tesebut di bagi bersama.

Musyarakah dapat juga di applikasikan ke dalam skema pembiayaan Bank, diantaranya adalah:


1. Pembiayaan Proyek

Musyarakah dapat di lakukan pada sebuah proyek yang sebagian modalnya dibiayai oleh bank dan setelah proyek itu selesai bank dapat melepas kemitraannya dan menjual kembali bagian dari sahamnya kepada nasabah.

2. Pembiayaan L/C

Musyarakah dapat pula digunakan untuk pembiayaan export atau import dengan menggunakan letter of credit atau L/C.

3. Modal Kerja/working capital

Musyarakah dapat digunakan juga untuk modal kerja sebuah usaha atau bisnis.

Distribusi Profit/laba

Ada beberapa syarat dan ketentuan dalam hal pembagian keuntungan dari akad Musyarakah:

  1. Proporsi profit/laba diantara mitra harus disepakati bersama dimuka dan dituangkan dalam akad.
  2. Profit rasio harus ditentukan berdasarkan hasil dari keuntungan yang nyata dan tidak harus tergantung dari besarnya modal yang telah diinvestasikan oleh masing-masing mitra bisnis.
  3. Tidak boleh dalam bentuk nilai yang pasti atau fixed amount tetapi harus dalam bentuk persentase.


Dalam pembagian profit ini, para Ulama dari Mazhab Maliki dan Shafi’i mempunyai pandangan bahwa sangatlah penting agar legalitas dari Musyarakah ini terjaga apabila pembagian profit sesuai dengan proporsi modal yang di setorkan, misalnya kalau modalnya 30% maka pendapatan profitnya juga harus 30%. Namun Para Ulama dari Mazhab Hanbali mempunyai pandangan yang berbeda, dimana mereka mengatakan bahwa rasio pendapatan keuntungan boleh saja berbeda persentasenya dari modal yang disetor, sepanjang hal itu disepakati bersama oleh semua bisnis partnernya.

Sementara itu, para Ulama dari Mazhab Hanafi berpendapat bahwa rasio laba/profit ratio boleh tidak sama dengan rasio modal pada kondisi yang normal. Apabila salah seorang bisnis partner mensyaratkan di dalam akad bahwa beliau tidak akan turut serta dalam mengelola bisnis tersebut, yang hanya akan menjadi sleeping partner dan hanya menyetorkan modal nya saja, maka bagian dari laba yang akan di dapat nya hanya sebatas proporsi modalnya saja/persentasenya sesuai dengan modal yang di setorkan.

(Nibra Hosen, www.pkesinteraktif.com)

References:

1.Briefcase Book Edukasi Professional syariah, 2005, “ Cara mudah memahami akad akad syariah, Al-syirkah atau musyarakah”. Penyunting: Dr. M. Firdaus NH, Sofiniah Ghufron, M. Aziz Hakim, Mukhtar Alshodiq.

2.INCEIF 2006, Applied Shariah in Financial Transactions, Topic 4, Musharakah.

Tafsir Ayat Kursi dan Kutamaan Membacanya

“Allah tidak ada Ilah melainkan Dia Yang Hidup kekal lagi terus menerus mengurus (makhluk-Nya); tidak mengantuk dan tidak tidur. Kepunyaan-Nya apa yang di langit dan di bumi. Siapakah yang dapat memberi syafa'at di sisi Allah tanpa izin-Nya, Allah mengetahui apa-apa yang di hadapan mereka dan di belakang mereka, dan mereka tidak mengetahui apa-apa dari ilmu Allah melainkan apa yang dikehendaki-Nya. Kursi Allah meliputi langit dan bumi. Dan Allah tidak merasa berat memelihara keduanya, dan Allah Maha Tinggi lagi Maha Besar.” (QS. Al-Baqarah:255)
Kandungan Ayat

Ayat kursi ini mengandung banyak keutamaan bahkan setiap katanya banyak sekali arti yang luas. Namun kandungan yang paling penting antara lain:

Pertama, Ayat Kursi salah satu agung dan ayat mulia dalam Al-Qur’an, karena secara umum memuat banyak sekali asma-asama (nama-nama) Allah dan sifat-sifat Allah yang mulia.

Kedua, Tidak ada satupun tindakan yang tidak diketahui Allah sekecil apapun perbuatan itu. Konsekuensi ayat ini adalah bahwa setiap muslim harus benar-benar menjaga setiap gerak langkahnya. Karena apapun yang dilakukannya dari mulai bangun hingga kembali memejamkan mata ada balasan yang akan diperolehnya

Ketiga, Keharusan memberikan kualitas pada kehidupan dengan berbagai manfaat. Baik untuk diri sendiri, untuk agamanya, keluarga, masyarakat dan hingga akhiratnya.

Keempat, Apapun bentuk yang terjadi di dunia ini, baik yang menimpa dirinya, pekerjaanya, keluarganya dan lainnya tidak lepas dari takdir dan kekuasaan Allah semata. Dan apapun bentuk perubahan yang dikehendaki manusia tidak lepas dari izin Allah semata. Seperti yang tertuang dalam kalimat:

“Siapakah yang dapat memberi syafa'at di sisi Allah tanpa izin-Nya.”

Keutamaan Membaca Ayat Kursi

Pertama, Nabi Saw pernah, berkata kepada Ubay bin Ka’ab, “Ayat apa yang paling agung di dalam Kitabullah?.”“Aku menjawab, Allah dan Rasul-Nya-lah yang lebih tahu.” Hingga beliau mengulangi pertanyaannya sampai tiga kali, kemudian aku berkata, “Allâhu Lâ ilâha illa huwal Hayyul Qayyûm.” Dia berkata, “Lalu beliau menepuk dadanya sembari berkata, “Semoga ilmumu menjadi ringan, wahai Abul Mundzir!.” (HR.Muslim)

Kedua, Dari Abu Hurairah ra, dia berkata, “Rasulullah Saw menugaskanku untuk menjaga zakat Ramadhan, lalu seseorang datang kepadaku seraya membuang makanan yang ada di tangannya, lantas aku memungutnya sembari berkata, ‘Akan aku laporkan hal ini kepada Rasulullah Saw. Lalu Abu Hurairah menceritakan tentang hadits tersebut, diantara isinya adalah, ‘Beliau bersabda, ‘ Bila engkau akan beranjak ke tempat tidurmu, maka bacalah ayat Kursi karena sesungguhnya ia (dapat menjadikanmu) senantiasa mendapatkan penjagaan dari Allah dan syaithan tidak akan mendekatimu hingga pagi hari.’ Nabi Saw., bersabda kepadanya, “Dia telah berkata jujur padamu padahal seorang pembohong, itulah syaithan.” (HR.al-Bukhari)
Banyak hadist lainnya yang menceritakan keutamaa membaca ayat kursi begitu pula dengan penafsirannya dan memang bukan disini tempatnya membahas panjang lebar.

Waktu Membaca Ayat Kursi

Dianjurkan membaca ayat Kursi seusai setiap shalat fardhu, ketika akan tidur dan di saat apa saja. Imam Nawawi dalam Al-Adzkarnya menyarankan agar setiap pergi keluar dari rumah atau hendak bepergiaan baiknya membaca Ayat Kursi 3 x selain membaca surat Al-Fiil.
Saya pribadi sering melaksanakan anjuran sang Imam, dan alhamdulilah memang berkah dan manfaatnya besar sekali.

Semoga bermanfaat

Sumber: Catatan Kajian & Tafsir Al-Qur'an: Tafsir Ayat Kursi

Kamis, 15 Oktober 2009

....RIzki....

Rizki yang dibagikan adalah rizki yang sudah dicatat dalam Lauhul Mahudz. Setiap manusia yang hidup di dunia, sudah memiliki jatah atau bagian rizki masing-masing di sana. Yaitu, apa-apa yang dimakan, diminum, dan dipakai selain yang telah dijamin, masing-masing telah dijamin, sudah ada ukurannya tidak akan melewati ukuran itu serta tidak akan melanggar waktu yang telah ditentukan dan juga tidak akan bertambah ataupun berkurang. Tidak akan terlambat dan tidak akan datang sebelum waktunya dari yang sudah dipastikan oleh Allah SwT. Rizki yang dibagikan ini adalah sesuatu yang sudah dinikmati. Jadi belum tentu sekarang kita mendapatkan uang banyak, lalu menganggap uang itu rizki untuk kita. Siapa tahu, setelah mendapat uang, di tengah jalan kita ditodong penjahat, atau hilang karena kita tidak teliti dalam meletakkannya. Uang lepas dari tangan kita. Berarti uang tersebut bukan rizki kita. Kita pun terkadang berujar jika kita kehilangan uang atau barang karena kita tidak teliti dalam melatakkannya. Kita katakan, “ya sudah berarti itu belum menjadi rizki kita.” Atau uang tersebut sudah dapat kita bawa pulang lalu kita tabung. Tiba-tiba ada saudara atau anak yang masuk rumah sakit. Berarti bukan sepenuhnya rizki kita. Rizki tersebut sebenarnya milik orang lain, hanya saja lewat kita terlebih dahulu. Atau mungkin bagiannya masjid, karena ada pembangunan masjid, kita sumabngkan sebagian rizki yang kita peroleh. Bisa juga bagiannya madrasah, fakir-miskin atau anak yatim. Maka perlu direnungkan bahwa harta yang kita peroleh bukan berarti jatah kita sepenuhnya. Tentang rizki yang hakiki adalah rizki yang kita nikmati. Ini sudah ditentukan sebelum manusia lahir. Rasulullah Saw bersabda: “Rizki selebihnya dari yang sudah ditentukan, sudah selesai dibagikan sebelum manusia dilahirkan.” Wallaahu a’lam

Putus asanya syaiton terhadap umat Nabi Muhammad SAW

Suatu ketika di zaman Tuan Syekh Abdul Qadir Al-Jaelani, dikala beliau sedang menuju ke masjid beliau melihat syaiton dalam keadaan muka yang pucat, badannya yang kurus dan pundaknya yang bengkok, lalu Tuan Syekh berkata kepada syaiton tersebut , hai syaiton kenapa muka engkau pucat ?, begini Tuan Syekh aku pucat dikala aku menunggu orangtua yang sedikit lagi mati dan aku menggodanya agar dia mati dalam su’ul khotimah, tetapi aku pucat dikala dia membacakan “Yaa Allah biha Yaa Allah biha Yaa Allah Bi khusnil khotimah” dan aku takut ia mati khusnul khotimah, karena itulah aku pucat.
Lalu mengapa engkau kurus ?, begini Tuan Syekh aku bangga dan sehat tubuhku bila seorang anak cucu adam dan umat Muhammad dikala ia makan dan minum tidak membaca nama Tuhannya tetapi aku kurus bila ada diantara mereka yang kugoda tetapi setiap ia makan dan minum dia membaca “Bismillahirrahmanirrahiim” , sebab inilah aku menjadi kurus.
Dan mengapa engkau bengkok?, begini Tuan Syekh aku adalah penggoda dan selalu menjadi penggoda, kuberatkan ia untuk shalat, puasa, dan menginggat Allah khususnya ku goda bagi mereka yang muda, kumasuki hawa nafsunya untuk tidak sujud kepada Tuhannya dan tidak mencintai kepada Nabinya, aku merasa terbebani bila ada seorang pemuda yang ku goda langkahnya dan ku goda nafsunya untuk jauh dari ilmu tetapi ia melawannya dan bengkoklah aku dikala ia duduk dimajlis ilmu menyebut-nyebut nama Tuhannya dan menyebut-nyebut nama Muhammad, terbebani aku terbebani seakan aku membawa gunung di pundakku, tapi ingatlah wahai Tuan Syekh jika ia melanggar perintah Allah dan Muhammad Rasulnya ketahuilah bahwa aku adalah sahabat dekatnya dan tidak akan aku biarkan ia bersamamu, maka Tuan Syekh berkata “aku berlindung dari godaan syaiton yang terkutuk”,enyahlah engkau! maka tertawalah ia (syaiton) lalu pergi.

Teladan Berbisnis dari Rasulullah

Kondisi perekonomian dunia yang dipanglimai oleh Amerika Serikat dan negara-negara barat katanya sedang terpuruk. Saya adalah pengguna aktif Twitter, sebuah situs social networking, yang setiap saat selalu mendapatkan berita terkini dari beberapa situs berita yang saya ikuti seperti New York Times, CNN atau BBC. Beritanya seram-seram. PHK di mana-mana, keluarga-keluarga di Amerika mulai mengetatkan ikat pinggang.

Saya pun berpikir, kenapa ekonomi negara adi daya itu bisa terpuruk? Bukankah hampir semua praktisi handal dan pemikir tulen di bidang bisnis dan keuangan bercokol di sana. Buku-buku bisnis terbaik dan terlaris selalu berasal dari sana. Bukankah sebagian besar perusahaan Fortune 500 berasal dari sana? Apa yang terjadi?

Selidik punya selidik, ternyata masalahnya bukanlah karena mereka kurang ilmu atau sarana pendukung bisnis yang canggih. Mereka punya semua alat itu. Mereka semua punya senjata untuk memenangkan persaingan bisnis. Masalahnya bukanlah soal senjatanya, melainkan siapa dan bagaimana menggunakan senjata itu. Man behind the gun.

Inilah yang kurang disentuh oleh para praktisi dan pemikir bisnis di sana. Ketika kapitalisme di-leverage sedemikian rupa sehingga kita tidak tahu lagi bagaimana proses barang bisa menjadi uang dan uang itu pun telah bermutasi menjadi bentuk-bentuk yang kita sendiri tidak mengerti dari mana asalnya. Di situlah, peran nurani manusia sebagai pengendali terpinggirkan. Keserakahan tanpa batas seperti dicontohkan oleh Bernie Madoff dan kawan-kawannya, telah mengantarkan kapitalisme yang dibanggakan selama ini ke jurang terdalam.

Perusahaan-perusahaan besar itu jatuh bukan karena kalah oleh penguasaan ilmu manajemen dan teknologi. Mereka jatuh terpuruk karena keserakahan dan cacat karakter yang dilakukan oleh para pemimpin dan pengelola perusahaan-perusahaan itu.

Belakangan, banyak buku bisnis mencoba mengangkat kualitas-kualitas terbaik dari organisasi-organisasi bisnis terbaik. Ternyata mereka menemukan bahwa peran nilai, budaya dan karakter yang dibangun di organisasi itulah sebagai ujung tombak kesuksesan mereka. Zappos.com, sebuah toko sepatu online yang berusia 10 tahun, mencengangkan dunia bisnis online karena diakuisisi oleh Amazon.com senilai hampir 1 miliar dollar. Kenapa Amazon kepincut dengan Zappos? Bukankah Amazon secara teknologi dan kemampuan lebih kuat dibandingkan Zappos? Amazon tertarik dengan Zappos karena budaya pelayanan dan karakter yang dibangun oleh Zappos yang dikomandani oleh Tony Hsieh yang inspiratif itu.

Karakter, inilah nilai-nilai yang dibangun dan dicontohkan oleh Rasulullah sejak berabad-abad lalu. Sebagai muslim, kita sering terpukau dengan ilmu-ilmu dari barat yang jika ditelurusi ternyata sudah dipraktekkan oleh Rasul namun kurang kita pahami dengan baik.

Apa saja nilai warisan dari Rasul yang bisa kita tiru sebagai pengikutnya? Sebagaimana kita ketahui, Rasullullah Muhammad SAW. adalah seorang pebisnis sukses. Beliau menjalani hidup sebagai pebisnis selama 25 tahun, mulai dari ussia 15 sampai 40 tahun. Sementara masa kerasulan beliau hanya 23 tahun.

Beliau menjadikan bekerja sebagai ladang menjemput surga. Kejujuran (As Siddiqh) dan kepercayaan (Al Amin) menjadi prinsip utamanya dalam berbisnis. Beliau juga seorang yang cerdas (Fathonah) dengan memiliki pikiran visioner, kreatif, dan inovatif. Rasulullah juga pintar dalam mempromosikan diri dan bisnisnya (Tabligh). Istilah sekarang adalah pemasaran atau marketing.

Keempat kualitas pribadi ini menyatu dalam diri beliau menjadi karakter yang kuat dan melekatlah personal branding "Al Amin" yang kemudian menjadi semacam "jaminan mutu" terhadap siapa saja yang ingin berbisnis dan bertransakti dengan beliau. Maka, terbukalah kesempatan baginya untuk berbisnis tanpa modal alias dengan menjalankan modal orang lain.

Rasululah menjalankan kerja sama dengan sistem upah maupun bagi hasil (mudharabah) dengan Siti Khadijah, seorang pengusaha wanita yang kaya. Kadang-kadang dalam kontraknya Muhammad sebagai pengelola (mudharib) dan Khadijah sebagai sleeping partner(shahibul maal) dan sama-sama berbagi atas keuntungan maupun kerugian. Terkadang pula Muhammad menjadi pebisnis yang digaji/medapatkan upah untuk mengelola barang dagangan Khadijah. Diantaranya Khadijah pernah mempercayakan kepadanya modal untuk bertolak ke Syiria.

Dalam sebuah pengajian, KH Abdullah Gymnastiar pernah berkisah bahwa kejujuran adalah sesuatu barang langka di dunia bisnis saat ini. Maka, ketika muncul seorang pebisnis dengan citra kejujuran di dalam dirinya, niscaya ia akan menjadi "wealth attractor". Para mitra akan senang berbisnis dengannya, supplier akan mendahulukan pesanannya, pelanggan pasti tidak tertipu dengan janji-janji yang diberikannya, karyawan pun tentu akan lebih loyal kepadanya.

Seorang kerabat saya beberapa bulan lalu kehilangan 3 buah ruko berikut isinya hangus terbakar api. Miliaran rupiah jerih payahnya selama bertahun-tahun hancur dalam sekejap. Secara hitungan bisnis, ia sudah tamat. Sulit untuk bangkit lagi. Tapi kenyataan berbicara lain. Dalam waktu tidak lama bisnisnya bangkit lagi dan bahkan melebihi besaran bisnis sebelum terbakar. Kenapa? Karena mitra suppliernya mendukungnya dengan sepenuh hati agar bisnisnya bangkit kembali. Mereka memberikan barang dagangan tanpa perlu pembayaran dan jaminan apa pun. Reputasinya yang baik dan kejujurannya telah menyelamatkannya dan membangkitkan bisnisnya kembali. Itulah contoh dari teladan Rasulullah yang telah dibuktikan keberhasilannya.

Selain jujur, Rasulullah juga seorang pebisnis yang smart. Kecerdasan beliau berbisnis juga sangat diakui. Beliau pernah menjual barang dagangan dan meraih keuntungan dua kali lipat dibanding pebisnis-pebisnis yang lain. Ketika Khadijah mendapatinya dengan keuntungan yang sangat besar yang belum pernah diraih siapapun sebelumnya maka Khadijah memberikan keuntungan yang lebih besar daripada yang telah mereka berdua sepakati sebelumnya.

Dari uraian di atas tergambar bahwa Rasulullah adalah seorang pelaku bisnis yang sangat sukses di jamannya. Ada dua prinsip utama yang patut diteladani oleh kita sebagai ummatnya dalam berbisnis. Pertama, uang ternyata bukanlah modal utama dalam berbisnis. Bisnis bisa dilakukan tanpa modal uang sama sekali. Personal branding beliau yang dikenal sebagai "Al Amin" atau dapat dipercaya adalah pengungkit utama kesuksesan bisnisnya.

Kedua, kecerdasan berbisnis atau kompetensi sangat diperlukan dalam mengembangkan bisnis. Modal uang tanpa kecerdasan bisnis tidak ada artinya. Seluk beluk aktivitas bisnis harus dikuasai dengan baik.Rasulullah mengetahui seluk beluk berbisnis sejak dini ketika magang bersama pamannya. Beliau mengetahui di mana pasar yang membutuhkan produknya dan di mana sumber-sumber produk tersebut untuk dijual.

Beliau mengetahui bahwa untuk menjalankan bisnis yang sukses dan berkelanjutan harus ditempuh dengan cara-cara yang baik pula. Teladan ini semakin selaras dengan temuan-temuan mutakhir teori ekonomi dan bisnis modern. Teori-teori itu semakin mendekatkan kepada ajaran-ajaran mulia dari Rasulullah SAW.