Kamis, 22 Oktober 2009

TALAK

A. Definisi Talak
Talak berasal dari kata “ithlaq” yang artinya secara harfiyah atau bahasa berarti perpisahan, melepaskan, lepas atau bebas. Sedangkan secara terminologis berarti melepaskan ikatan suami isteri yang sah oleh pihak suami dengan lafal tertentu atau yang sama kedudukannya seketika itu atau masa mendatang. Dan di dalam undang-undang no. 1 tahun1974 pasal 117 talak berarti “ikrar suami di hadapan siding Pengadilan Agam yang menjadi salah satu sebab putusnya perkawinan, dengan cara sebagaimana yang telah di atur”.

B. Macam-Macam Talak
Macam-macam talak ini dapat ditinjau dari beberapa segi, yaitu:
1. Talak dilihat dari segi Sighat (ucapan)
Sighat talak adalah bentuk kalimat yang diucapakn seorang lelaki untuk menunjukan pelepasan ikatan suami istri dan mewujudkan perkataannya dengan perbuatan. Ada kalanya berupa kalimat terang-terangan dan ada kalanya sindiran.
a. Talak yang terang-terangan
b. Talak dengan sindiran (kinayah)
2. Talak dilihat dari tempat kejadian
a. Talak munjaz, Ialah talak yang kalimatnya tanpa disertai syarat dan penetapan waktu.
b. Talak mudhaf, yaitu bentuk kalimat talak yang berkaitan dengan masa jatuhnya talak di waktu itu apabila telah tiba.
c. Talak muallaq, ialah talak yang berlakunya dikaitkan oleh suami dengan suatu perkara yang terjadi di masa mendatang.
3. Talak dilihat dari segi keadaan isteri.
a. Talak sunni, yaitu talak yang diperbolehkan ketika suami menjatuhkan talak itu kepada si isteri, ketika si isteri tidak dalam keadaan haid, hamil dan tidak dipergauli pada waktu suci.
b. Talak bid’i, yaitu talak yang dilarang bilamana talak itu dijatuhkan oleh suami ketika si isteri dalam keadaan haid, nifas atau dalam keadaan suci namun dalam waktu itu telah dicampuri oleh suaminya.
4. Talak dilihat dari segi kemungkinan bolehnya suami kembali kepada mantan isterinya.
a. Talak raj’i, adalah talak kesatu dan kedua, dimana suami berhak rujuk dengan isterinya selama masih dalam masa iddah.
Allah Swt berfirman dalam surat Al-Baqarah ayat 228 dan ayat 229, yakni:
“Wanita-wanita yang ditalak hendaklah menahan diri (menunggu) tiga kali quru’. Tidak boleh mereka menyembunyikan apa yang diciptakan Allah dalam rahimnya, jika mereka beriman kepada Allah dan hari akhirat. Dan suami-suaminya berhak merujuknya dalam masa menanti itu jika mereka (para suami) itu menghendaki perdamaian”. (QS. Al Baqarah : 228)
         ...
“Talak (yang dapat dirujuk) dua kali. Setelah itu boleh rujuk lagi dengan cara yang ma’ruf atau menceraikan dengan cara yang baik”(QS. Al Baqarah : 229).
b. Talak ba’in, yaitu talak yang memisahkan isteri dari suaminya secara final sehingga tidak memungkinkan suami kembali kepada isterinya kecuali dengan nikah baru. Talak ba’in terbagi menjadi dua macam:
- Talak ba’in sughra, ialah talak satu dan dua yang tidah boleh dirujuk tapi boleh nikah baru dengan bekas suaminya meskipun dalam masa iddah.
- Talak ba’in kubra, ialah talak tiga baik sekali ucapan atau berturut-turut, talak ini menyebabkan si suami tidak boleh kembali kepada isterinya meskipun dengan nikah baru, kecuali bila isterinya itu telah menikah dengan laki-laki lain kemudian bercerai dan habis pula masa iddahnya.




C. Syarat Talak
1. Suami yang mentalak adalah seseorang yang telah dewasa dan sehat akalnya dan ucapan talak yang dikeluarkannya adalah atas dasar kesadaran dan kesengajaannya
2. Perempuan yang ditalak adalah isterinya atau orang yang secara hukum masih terikat dengannya.
3. Shighat atau ucapan talak yang dilakukan oleh suami kepada isterinya, baik secara lisan ataupun tulisan yang dapat dipahami dengan perantara orang lain, bahkan dapat pula dengan isyarat orang yang bisu yang dapat dipahami oleh orang yang melihat dan mendengarnya.
4. Adanya dua orang saksi, agar dapat dipertanggung jawabkan di depan hukum atas kesaksiannya.
5. Undang-undang di dunia Islam yang telah menetapkan perceraian itu mesti di pengadilan.

D. Sifat Talak
Ketentuan dalam pasal 41 UUP sifat talak ini memang lebih bersifat global, dan kompilasi merincinya dalam empat kategori, akibat cerai talak, cerai gugat, akibat khulum, akibat li’an dan yang terakhir menurut hemat penulis yang tidak mendapat penekanan khusus adalah akibat kematian suami.

E. Hukum Talak
Pada dasarnya perceraian atau talak itu adalah sesuatu yang tidak disenangi yang dalam istilah ushul fiqh disebut makruh. Walaupun hukum asal dari talak itu makruh, namun melihat keadaan tertentu dalam situasi tertentu maka hukum talak itu adalah sebagai berikut:
1. Nadab/sunat, yaitu bila keadaan rumah tangga sudah tidak bisa dilanjutkan dan seandainya dipertahankan maka akan timbul kemudaratan yang lebih besar diantara kedua belah pihak.
2. Mubah atau boleh saja dilakukan bila memang perlu terjadinya perceraian dan tidak ada pihak-pihak yang dirugikan dengan perceraian itu dan manfaatnya ada.
3. Wajib atau mesti dilakukan, yaitu perceraian yang mesti dilakukan oleh hakim terhadap seorang yang telah bersumpah untuk tidak menggauli isterinya sampai masa tertentu, serta ia tidak mampu pula membayar kaffarat sumpah. Dan tindakan ini memudaratkan bagi isteri.
4. Haram talak itu dilakukan tanpa alasan sedangkan isterinya dalam keadaan haid atau suci yang dalam masa itu ia telah di gauli.

F. Akibat dan Hikmah yang Timbul dari Perceraian
Akibat yang mungkin akan timbul dari adanya perceraian bisa beraneka ragam tergantung kepada kemampuan suami atau istri dalam menyikapi dan memecahkan permasalahan yang akan timbul setelah terjadinya perceraian tersebut. Tetapi akibat yang timbul secara umum dari adanya perceraian tersebut, kebanyakan berdampak kurang baik terutama bagi kehidupan mereka yang sudah mempunyai keturunan/anak karena untuk mendidik anak diperlukan perhatian dan kasih sayang dari kedua orang tua.
Walaupun talak itu dibenci namun ada saja hikmah yang dapat diambil seperti dalam rangka menolak terjadinya kemudharatan yang lebih besar, dengan demikian talak dalam Islam hanyalah untuk suatu tujuan mashlahat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar