Selasa, 19 Oktober 2010

JUAL BELI SAHAM DALAM PANDANGAN ISLAM

Oleh : KH. M. Shiddiq al-Jawi

Pengantar

Ketika kaum muslimin hidup dalam naungan sistem Khilafah, berbagai muamalah mereka selalu berada dalam timbangan syariah (halal-haram). Khalifah Umar bin Khaththab misalnya, tidak mengizinkan pedagang manapun masuk ke pasar kaum muslimin kecuali jika dia telah memahami hukum-hukum muamalah. Tujuannya tiada lain agar pedagang itu tidak terjerumus ke dalam dosa riba. (As-Salus, Mausu’ah Al-Qadhaya al-Fiqhiyah al-Mu’ashirah, h. 461).

Namun ketika Khilafah hancur tahun 1924, kondisi berubah total. Kaum muslimin makin terjerumus dalam sistem ekonomi yang dipaksakan penjajah kafir, yakni sistem kapitalisme yang memang tidak mengenal halal-haram. Ini karena akar sistem kapitalisme adalah paham sekularisme yang menyingkirkan agama sebagai pengatur kehidupan publik, termasuk kehidupan ekonomi. Walhasil, seperti kata As-Salus, kaum muslimin akhirnya hidup dalam sistem ekonomi yang jauh dari Islam (ba’idan ‘an al-Islam), seperti sistem perbankan dan pasar modal (burshah al-awraq al-maliyah) (ibid., h. 464). Tulisan ini bertujuan menjelaskan fakta dan hukum seputar saham dan pasar modal dalam tinjauan fikih Islam.

Fakta Saham

Saham bukan fakta yang berdiri sendiri, namun terkait pasar modal sebagai tempat perdagangannya dan juga terkait perusahaan publik (perseroan terbatas/PT) sebagai pihak yang menerbitkannya. Saham merupakan salah satu instrumen pasar modal (stock market).

Dalam pasar modal, instrumen yang diperdagangkan adalah surat-surat berharga (securities) seperti saham dan obligasi, serta berbagai instrumen turunannya (derivatif) yaitu opsi, right, waran, dan reksa dana. Surat-surat berharga yang dapat diperdagangkan inilah yang disebut “efek” (Hasan, 1996).

Saham adalah surat berharga yang merupakan tanda penyertaan modal pada perusahaan yang menerbitkan saham tersebut. Dalam Keppres RI No. 60 tahun 1988 tentang Pasar Modal, saham didefinisikan sebagai “surat berharga yang merupakan tanda penyertaan modal pada perseroan terbatas sebagaimana diatur dalam KUHD (Kitab Undang-Undang Hukum Dagang atau Staatbald No. 23 Tahun 1847).” (Junaedi, 1990). Sedangkan obligasi (bonds, as-sanadat) adalah bukti pengakuan utang dari perusahaan (emiten) kepada para pemegang obligasi yang bersangkutan (Siahaan & Manurung, 2006).

Selain terkait pasar modal, saham juga terkait PT (perseroan terbatas, limited company) sebagai pihak yang menerbitkannya. Dalam UU No. 1 tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas pasal 1 ayat 1, perseroan terbatas didefinisikan sebagai “badan hukum yang didirikan berdasarkan perjanjian, yang melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham,” Modal dasar yang dimaksud, terdiri atas seluruh nilai nominal saham (ibid., pasal 24 ayat 1).

Definisi lain menyebutkan, perseroan terbatas adalah badan usaha yang mempunyai kekayaan, hak, serta kewajiban sendiri, yang terpisah dari kekayaan, hak, serta kewajiban para pendiri maupun pemiliknya (M. Fuad, et.al., 2000). Jadi sesuai namanya, keterlibatan dan tanggung jawab para pemilik PT hanya terbatas pada saham yang dimiliki.

Perseroan terbatas sendiri juga mempunyai kaitan dengan bursa efek. Kaitannya, jika sebuah perseroan terbatas telah menerbitkan sahamnya untuk publik (go public) di bursa efek, maka perseroan itu dikatakan telah menjadi “perseroan terbatas terbuka” (Tbk).

Fakta Pasar Modal

Pasar modal adalah sebuah tempat di mana modal diperdagangkan antara pihak yang memiliki kelebihan modal (pihak investor) dengan orang yang membutuhkan modal (pihak issuer/emiten) untuk mengembangkan investasi. Dalam UU Pasar Modal No. 8 tahun 1995, pasar modal didefinisikan sebagai “kegiatan yang bersangkutan dengan penawaran umum dan perdagangan efek, perusahaan publik yang berkaitan dengan efek yang diterbitkannya, serta lembaga dan profesi yang berkaitan dengan efek.” (Muttaqin, 2003).

Para pelaku pasar modal ini ada 6 (enam) pihak, yaitu :

(1). Emiten, yaitu badan usaha (perseroan terbatas) yang menerbitkan saham untuk menambah modal, atau menerbitkan obligasi untuk mendapatkan utang dari para investor di Bursa Efek.

(2). Perantara Emisi, yang meliputi 3 (tiga) pihak, yaitu : a. Penjamin Emisi (underwriter), yaitu perusahaan perantara yang menjamin penjualan emisi, dalam arti jika saham atau obligasi belum laku, penjamin emisi wajib membeli agar kebutuhan dana yang diperlukan emiten terpenuhi sesuai rencana; b. Akuntan Publik, yaitu pihak yang berfungsi memeriksa kondisi keuangan emiten dan memberikan pendapat apakah laporan keuangan yang telah dikeluarkan oleh emiten wajar atau tidak.c. Perusahaan Penilai (appraisal), yaitu perusahaan yang berfungsi untuk memberikan penilaian terhadap emiten, apakah nilai aktiva emiten wajar atau tidak.

(3). Badan Pelaksana Pasar Modal, yaitu badan yang mengatur dan mengawasi jalannya pasar modal, termasuk mencoret emiten (delisting) dari lantai bursa dan memberikan sanksi kepada pihak-pihak yang melanggar peraturan pasar modal. Di Indonesia Badan Pelaksana Pasar Modal adalah BAPEPAM (Badan Pengawas dan Pelaksana Pasar Modal) yang merupakan lembaga pemerintah di bawah Menteri Keuangan.

(4). Bursa Efek, yakni tempat diselenggarakannya kegiatan perdagangan efek pasar modal yang didirikan oleh suatu badan usaha. Di Indonesia terdapat dua Bursa Efek, yaitu Bursa Efek Jakarta (BEJ) yang dikelola PT Bursa Efek Jakarta dan Bursa Efek Surabaya (BES) yang dikelola oleh PT Bursa Efek Surabaya.

(5). Perantara Perdagangan Efek. Yaitu makelar (pialang/broker) dan komisioner yang hanya lewat kedua lembaga itulah efek dalam bursa boleh ditransaksikan. Makelar adalah perusahaan pialang (broker) yang melakukan pembelian dan penjualan efek untuk kepentingan orang lain dengan memperoleh imbalan. Sedang komisioner adalah pihak yang melakukan pembelian dan penjualan efek untuk kepentingan sendiri atau untuk orang lain dengan memperoleh imbalan.

(6). Investor, adalah pihak yang menanamkan modalnya dalam bentuk efek di bursa efek dengan membeli atau menjual kembali efek tersebut (Junaedi, 1990; Muttaqin, 2003; Syahatah & Fayyadh, 2004).

Dalam pasar modal, proses perdagangan efek (saham dan obligasi) terjadi melalui tahapan pasar perdana (primary market) kemudian pasar sekunder (secondary market). Pasar perdana adalah penjualan perdana saham dan obligasi oleh emiten kepada para investor, yang terjadi pada saat IPO (Initial Public Offering) atau penawaran umum pertama. Kedua pihak yang saling memerlukan ini tidak bertemu secara dalam bursa tetapi melalui pihak perantara seperti dijelaskan di atas. Dari penjualan saham dan efek di pasar perdana inilah, pihak emiten memperoleh dana yang dibutuhkan untuk mengembangkan usahanya.

Sedangkan pasar sekunder adalah pasar yang terjadi sesaat atau setelah pasar perdana berakhir. Maksudnya, setelah saham dan obligasi dibeli investor dari emiten, maka investor tersebut menjual kembali saham dan obligasi kepada investor lainnya, baik dengan tujuan mengambil untung dari kenaikan harga (capital gain) maupun untuk menghindari kerugian (capital loss). Perdagangan di pasar sekunder inilah yang secara reguler terjadi di bursa efek setiap harinya.

Jual Beli Saham dalam Pasar Modal Menurut Islam

Para ahli fikih kontemporer sepakat, bahwa haram hukumnya memperdagangkan saham di pasar modal dari perusahaan yang bergerak di bidang usaha yang haram. Misalnya, perusahaan yang bergerak di bidang produksi minuman keras, bisnis babi dan apa saja yang terkait dengan babi, jasa keuangan konvensional seperti bank dan asuransi, dan industri hiburan, seperti kasino, perjudian, prostitusi, media porno, dan sebagainya. Dalil yang mengharamkan jual beli saham perusahaan seperti ini adalah semua dalil yang mengharamkan segala aktivitas tersebut. (Syahatah dan Fayyadh, Bursa Efek : Tuntunan Islam dalam Transaksi di Pasar Modal, hal. 18; Yusuf As-Sabatin, Al-Buyu’ Al-Qadimah wa al-Mu’ashirah wa Al-Burshat al-Mahalliyyah wa Ad-Duwaliyyah, hal. 109).

Namun mereka berbeda pendapat jika saham yang diperdagangkan di pasar modal itu adalah dari perusahaan yang bergerak di bidang usaha halal, misalnya di bidang transportasi, telekomunikasi, produksi tekstil, dan sebagainya. Syahatah dan Fayyadh berkata,”Menanam saham dalam perusahaan seperti ini adalah boleh secara syar’i…Dalil yang menunjukkan kebolehannya adalah semua dalil yang menunjukkan bolehnya aktivitas tersebut.” (Syahatah dan Fayyadh, ibid., hal. 17).

Tapi ada fukaha yang tetap mengharamkan jual beli saham walau dari perusahaan yang bidang usahanya halal. Mereka ini misalnya Taqiyuddin an-Nabhani (2004), Yusuf as-Sabatin (ibid., hal. 109) dan Ali As-Salus (Mausu’ah Al-Qadhaya al-Fiqhiyah al-Mu’ashirah, hal. 465). Ketiganya sama-sama menyoroti bentuk badan usaha (PT) yang sesungguhnya tidak Islami. Jadi sebelum melihat bidang usaha perusahaannya, seharusnya yang dilihat lebih dulu adalah bentuk badan usahanya, apakah ia memenuhi syarat sebagai perusahaan Islami (syirkah Islamiyah) atau tidak.

Aspek inilah yang nampaknya betul-betul diabaikan oleh sebagian besar ahli fikih dan pakar ekonomi Islam saat ini, terbukti mereka tidak menyinggung sama sekali aspek krusial ini. Perhatian mereka lebih banyak terfokus pada identifikasi bidang usaha (halal/haram), dan berbagai mekanisme transaksi yang ada, seperti transaksi spot (kontan di tempat), transaksi option, transaksi trading on margin, dan sebagainya (Junaedi, 1990; Zuhdi, 1993; Hasan, 1996; Az-Zuhaili, 1996; Al-Mushlih & Ash-Shawi, 2004; Syahatah & Fayyadh, 2004).

Taqiyuddin an-Nabhani dalam An-Nizham al-Iqtishadi (2004) menegaskan bahwa perseroan terbatas (PT, syirkah musahamah) adalah bentuk syirkah yang batil (tidak sah), karena bertentangan dengan hukum-hukum syirkah dalam Islam. Kebatilannya antara lain dikarenakan dalam PT tidak terdapat ijab dan kabul sebagaimana dalam akad syirkah. Yang ada hanyalah transaksi sepihak dari para investor yang menyertakan modalnya dengan cara membeli saham dari perusahaan atau dari pihak lain di pasar modal, tanpa ada perundingan atau negosiasi apa pun baik dengan pihak perusahaan maupun pesero (investor) lainnya. Tidak adanya ijab kabul dalam PT ini sangatlah fatal, sama fatalnya dengan pasangan laki-laki dan perempuan yang hanya mencatatkan pernikahan di Kantor Catatan Sipil, tanpa adanya ijab dan kabul secara syar’i. Sangat fatal, bukan?

Maka dari itu, pendapat kedua yang mengharamkan bisnis saham ini (walau bidang usahanya halal) adalah lebih kuat (rajih), karena lebih teliti dan jeli dalam memahami fakta, khususnya yang menyangkut bentuk badan usaha (PT). Apalagi, sandaran pihak pertama yang membolehkan bisnis saham asalkan bidang usaha perusahaannya halal, adalah dalil al-Mashalih Al-Mursalah, sebagaimana analisis Yusuf As-Sabatin (ibid., hal. 53). Padahal menurut Taqiyuddin An-Nabhani, al-Mashalih Al-Mursalah adalah sumber hukum yang lemah, karena kehujjahannya tidak dilandaskan pada dalil yang qath’i (Asy-Syakhshiyah Al-Islamiyah, Juz III (Ushul Fiqih), hal. 437)

Kesimpulan

Menjual belikan saham dalam pasar modal hukumnya adalah haram, walau pun bidang usaha perusahaan adalah halal. Maka dari itu, dengan sendirinya keberadaan pasar modal itu sendiri hukumnya juga haram. Hal itu dikarenakan beberapa alasan, utamanya karena bentuk badan usaha berupa PT adalah tidak sah dalam pandangan syariah, karena bertentangan dengan hukum-hukum syirkah dalam Islam. Wallahu a’lam [ ] (www.konsultasi.wordpress.com)

KEHARAMAN JUAL BELI IJON

Ditulis oleh Farid Ma'ruf di/pada 31 Mei 2008

Pertanyaan : Di tengah masyarakat ada parktik jual beli dengan sistem ijon? Apakah hukum jual-beli dengan sistem ini?

Jawaban :

أَنَّ النَّبِيَّ صلى الله عليه وسلم نَهَى عَنْ بَيْعِ الثَّمَرِ حَتَّى يَبْدُوَ صَلاَحُهُ

Sesungguhnya Nabi saw. telah melarang untuk menjual buah hingga mulai tampak kelayakannya (HR Muslim, an-Nasa’i, Ibn Majah dan Ahmad).

Imam Muslim meriwayatkan hadis ini dari Yahya bin Yahya, Yahya bin Ayyub, Qutaibah dan Ibn Hujrin; semuanya dari Ismail bin Ja’far, dari Abdullah bin Dinar, dari Ibn Umar. Dari jalur Ahmad bin Utsman an-Nawfali dari Abu ‘Ashim; dari Muhammad bin Hatim, dari Rawh, dan keduanya (Rawh dan Abu ‘Ashim) dari Zakariya’ bin Ishaq, dari Amru bin Dinar, dari Jabir bin Abdullah.

Imam Ahmad meriwayatkannya dari Abdullah bin al-Harits, dari Siblun, dari Amru bin Dinar, dari Jabir bin Abdullah, Ibn Umar dan Ibn Abbas. An-Nasai meriwayatkannya dari Qutaibah bin Said, dari Sufyan dari az-Zuhri, dari Salim, dari Ibn Umar.

Ibn Majah meriwayatkannya dari Hisyam bin ‘Amar, dari Sufyan, dari Ibn Juraij, dari ‘Atha’, dari Jabir bin Abdullah.


Makna

Manthûq (makna tekstual) hadis ini menunjukkan larangan menjual buah (ats-tsamar [hasil tanaman]) yang masih berada di pohonnya jika belum mulai tampak kelayakannya. Sebaliknya, mafhûm al-mukhâlafah (pemahaman kebalikannya) hadis ini menunjukkan bolehnya menjual buah yang masih di pohonnya jika sudah mulai tampak kelayakannya.

Maksud yabduwa shalâhuhu (mulai tampak kelayakannya) dijelaskan oleh riwayat lainnya. Dalam riwayat dari Jabir bin Abdullah ra. dikatakan “hatta yathîba (hingga masak)” (HR al-Bukhari dan Muslim), atau “hatta yuth’ama (hingga bisa dimakan) (HR Muslim dan an-Nasa’i). Dalam riwayat yang lain, Jabir ra., menuturkan:

نَهَى النَّبِيُّ صلى الله عليه وسلم أَنْ تُبَاعَ الثَّمَرَةُ حَتَّى تُشْقِحَ فَقِيلَ وَمَا تُشْقِحُ قَالَ تَحْمَارُّ وَتَصْفَارُّ وَيُؤْكَلُ مِنْهَا

Nabi saw. melarang buah dijual hingga tusyqih, Ditanyakan, “Apa tusyqih itu?” Beliau menjawab, “Memerah dan menghijau serta (bisa) dimakan darinya.” (HR Bukhari dan Muslim).

Ibn ‘Abbas menuturkan:

«نَهَى النَّبِيُّ صلى الله عليه وسلم عَنْ بَيْعِ النَّخْلِ حَتَّى يُؤْكَلَ مِنْهُ أَوْ يَأْكُلَ مِنْهُ وَحَتَّى يُوزَنَ

Nabi saw. telah melarang menjual kurma hingga bisa dimakan darinya atau orang bisa makan darinya dan hingga bisa ditimbang (HR al-Bukhari).

Jadi, batasan buah yang masih ada di pohonnya bisa dijual adalah jika sudah layak dimakan. Tanda-tanda buah itu sudah bisa dimakan berbeda-beda sesuai dengan jenis buahnya. Hal itu telah diisyaratkan di dalam riwayat Anas bin Malik ra.:

«أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم نَهَى عَنْ بَيْعِ الْعِنَبِ حَتَّى يَسْوَدَّ وَعَنْ بَيْعِ الْحَبِّ حَتَّى يَشْتَدَّ

Rasulullah saw. melarang menjual anggur hitam hingga warnanya menghitam dan menjual biji-bijian hingga sudah keras (HR Abu Dawud).

Dalam hal buah-buahan, secara umum terdapat dua jenis. Pertama: buah-buahan yang ketika sudah tua/cukup umur bisa dipetik dan selanjutnya bisa masak, seperti mangga, pisang, pepaya, dsb. Jika sudah ada semburat warna merah atau kuning yang menandakan sudah cukup tua, buah itu bisa dipetik dan nantinya akan masak. Jika belum tampak tanda-tanda seperti itu buah dipetik maka tidak bisa masak. Buah-buahan jenis ini, jika sudah tampak tanda-tanda perubahan warna itu, yakni sudah cukup tua untuk dipetik, maka sudah boleh dijual meski masih di pohonnya.

Kedua, buah-buahan yang harus dipetik ketika sudah masak seperti semangka, jambu, salak, jeruk, anggur, rambutan dan sejenisnya. Jika sudah seperti itu maka buah yang masih dipohonnya boleh dijual. Batas tersebut bisa diketahui dengan mudah oleh orang yang berpengalaman tentangnya.

Ada juga tanaman yang kebanyakan dari jenis sayuran seperti ketimun, buncis, kacang panjang, dsb, yang jika bunganya sudah berubah menjadi buah, maka saat itu sudah mulai layak untuk dikonsumsi. Buah tanaman sejenis ini, jika bunga sudah berubah menjadi buah, sudah boleh dijual. Adapun jenis biji-bijian, seperti padi, kedelai, jagung dan sebagainya, maka sesusai hadis Anas di atas, sudah boleh dijual ketika sudah keras.

Tampaknya kelayakan buah untuk dikonsumsi itu tidak harus terpenuhi pada seluruh buah di kebun. Hal itu adalah sangat sulit. Sebabnya, buah di satu kebun bahkan satu pohon memang tidak memiliki tingkat ketuaan yang sama dan tidak bisa masak secara bersamaan. Ketuaan dan menjadi masak itu terjadi secara bertahap hingga seluruh buah di kebun menjadi tua/masak. Karena itu, maksud yabduwa shalâhuhu itu adalah jika ada sebagian buah sudah layak dikonsumsi, maka buah yang sama di satu kebun itu boleh dijual semuanya, baik yang sudah mulai masak maupun yang belum. Batas mulai layak dikonsumsi itu bergantung pada masing-masing jenis buah. Misalnya jika sudah ada sebagian mangga yang masak maka semua mangga yang ada di satu kebun itu boleh dijual. Jika ada sebagian semangka yang sudah layak dikonsumsi maka seluruh semangka jenis yang sama di kebun itu boleh dijual, termasuk yang masih muda. Jika sudah ada sebagian bunga ketimun yang berubah menjadi buah maka semua ketimun di seluruh kebun itu boleh dijual. Jika ada sebagian tongkol jagung manis sudah layak dipetik maka seluruh jagung manis di kebun itu boleh dijual. Begitulah.

Jika buah yang masih di pohon itu dijual, lalu terjadi bencana cuaca seperti hujan, angin, hawa dingin, angin kering/panas, dsb, maka penjual wajib menarik diri dari harga buah yang mengalami cacat atau rusak dan mengembalikannya kepada pembeli. Jabir ra. menuturkan bahwa Nabi saw. pernah bersabda:

إِنْ بِعْتَ مِنْ أَخِيكَ ثَمَرًا فَأَصَابَتْهُ جَائِحَةٌ فَلاَ يَحِلُّ لَكَ أَنْ تَأْخُذَ مِنْهُ شَيْئًا بِمَ تَأْخُذُ مَالَ أَخِيكَ بِغَيْرِ حَقٍّ

Jika engkau menjual buah kepada saudaramu, lalu terkena bencana, maka tidak halal bagimu mengambil sesuatu pun darinya karena (ketika itu) engkau mengambil harta saudaramu tidak secara haq (HR Muslim, Abu Dawud dan an-Nasa’i).

Namun, jika bencana itu bukan bencana cuaca seperti pencurian, kekeringan karena kerusakan pompa, gempa, banjir, kebakaran, dsb, maka penjual tidak harus melepaskan harganya. Bencana seperti itu tidak termasuk dalam cakupan makna hadis tersebut.

Wallâh a‘lam bi ash-shawâb. [Yahya Abdurrahman]

(www.konsultasi-islam.com)

Sumber : Jawaban diambil Majalah Al Waie edisi Juni 2008

Kamis, 03 Desember 2009

Misteri di Balik Simbol Zodiak

Ada misteri apakah di balik simbol tersebut?

Simak baik-baik hubungan antara simbol dan zodiak yang mewakilinya berikut ini.

Aries: simbol zodiak pertama

Elemen: api
Planet: Mars
Batu: amethyst, berlian
Mineral: metal
Warna: merah
Karakteristik: aktif, inisiatif, suka memimpin, mandiri, agresif, tidak sabaran, energik, pemula, asertif dan terkadang naif.

Simbol di balik Aries: Domba jantan

Domba jantan bertanduk adalah simbol yang mewakili Aries. Simbol tersebut mengandung artian, kesuburan, agresif dan serangan, serta keberanian. Tanduk yang ada di kepala domba mewakili ambisi Aries untuk memimpin. Untuk itulah mereka terkadang keras dan tak suka dibantah.

Taurus: simbol zodiak ke dua

Elemen: tanah
Planet: Venus
Batu: Emerald
Mineral: tembaga
Warna: hijau
Karakteristik: gigih, keras kepala, posesif, dermawan, sensual, manja, patuh

Simbol di balik Taurus: Sapi bertanduk/ banteng

Simbol sapi bertanduk ini mewakili kekuatan, kekerasan hati, kejantanan dan kekuasaan. Pada umumnya mereka hidup sendiri, namun terkadang berkelompok. Mereka adalah sosok yang cinta damai, namun bisa seketika marah jika ada yang memancing emosinya.

Gemini: simbol zodiak ke tiga

Elemen: udara
Planet: Merkuri
Batu: Agate (akik)
Mineral: air raksa
Warna: kuning
Karakteristik: banyak bicara, mudah beradaptasi, fleksibel, mudah berubah, bertanggung jawab, mudah bersosialisasi, hanya memandang sesuatu dari luarnya saja

Simbol di balik Gemini: anak kembar

Simbol anak kembar dikenal sejak dahulu kala, menunjukkan adanya dua sisi dalam satu tubuh yang sama. Di mana juga melambangkan sebuah perubahan yang bisa terjadi dalam waktu yang sangat cepat, sebuah komunikasi, transaksi dan ide baru.

Transisi tercipta di dalam simbol kembar ini, dengan demikian si empunya zodiak sangat mudah berubah dan beradaptasi terhadap hal atau sesuatu yang baru.

Cancer: simbol zodiak ke empat

Elemen: air
Planet: Bulan
Batu: mutiara, opal
Mineral: perak
Warna: putih, kuning
Karakteristik: lembut, kolot, perasa, tertutup, keibuan, suka merenung

Simbol di balik Cancer: Kepiting

Kepiting adalah binatang yang berjalan miring, demikian simbol ini melambangkan zodiak Cancer yang memiliki kecenderungan sikap yang sangat berbeda dan unik. Mereka selalu menyelesaikan masalah dengan caranya sendiri. Tergolong orang-orang yang melindungi diri sendiri, egois, sensitif dan tertutup. Mereka tak begitu suka akan perubahan, dan merasa nyaman dengan lingkungan yang sudah ada sejak lama.

Leo: simbol zodiak ke lima

Elemen: api
Planet: Matahari
Batu: ruby
Mineral: emas
Warna: oranye, emas
Karakteristik: murah hati, suka menolong, perhatian, aktif, hangat, terbuka dan suka memerintah

Simbol di balik Leo: Singa

Singa disebut-sebut sebagai raja hutan yang ditakdirkan menjadi pemimpin, demikian pula disimbolkan, karakter mereka yang bernaung di bawah zodiak Leo suka memerintah dan tak suka dikalahkan. Keberanian menjadi salah satu karakter dirinya, kekuatan dan kekuasaan selalu ada di dalam benak Leo.

Virgo: simbol zodiak ke enam

Elemen: tanah
Planet: Merkurius
Batu: safir
Mineral: air raksa
Warna: biru
Karakteristik: analitik, cerdas, kritis, suka menolong, teliti, pendiam

Simbol di balik Virgo: Wanita

Virgo dilambangkan oleh wanita perawan, di mana karakteristik dasarnya adalah sosok pemalu, lembut, bijaksana, dan alami. Mereka memiliki kecenderungan lebih suka hidup sendiri.

Libra: simbol zodiak ke tujuh

Elemen: udara
Planet: Venus
Batu: berlian
Mineral: tembaga
Warna: Hijau
Karakteristik: memiliki jiwa sosial yang tinggi, baik hati, mudah bergaul dan disukai, artistik, berwibawa, diplomatik

Simbol di balik Libra: Timbangan

Timbangan, alat yang digunakan untuk mengukur berat suatu benda. Dipercaya bahwa simbol ini merupakan lambang dari keseimbangan, keharmonisan dan keadilan. Mereka adalah sosok yang cinta damai dan hidup dalam lingkungan yang stabil.

Scorpio: simbol zodiak ke delapan

Elemen: Air
Planet: Mars
Batu: topaz, opal
Mineral: besi
Warna: ungu
Karakteristik: penuh gairah, posesif, fokus, sangat menggebu-gebu, memiliki rasa ingin tahu yang besar

Simbol di balik Scorpio: Kalajengking

Scorpio adalah binatang yang mematikan dan memiliki senjata di ekor dan di kedua tangannya. Mereka adalah sosok yang penuh emosi dan pendendam. Mereka juga sosok yang berani dan penuh kekuasaan.

Sagittarius: simbol zodiak ke sembilan

Elemen: api
Planet: Jupiter
Batu: topaz
Mineral: timah
Warna: Hijau Turquoise
Karakteristik: optimis, antusias, jujur, pendiam, mandiri, bertanggungjawab, blak-blakan, petualang sejati

Simbol di balik Sagittarius: Archer/ pemanah

Archer yang ada di dalam simbol Sagittarius ini adalah sosok Centaur, makhluk kuno setengah manusia dan berbadan kuda. Menunjukkan bahwa mereka adalah makhluk emosional yang penuh gairah, berani, bijaksana, dan selalu bergerak maju.

Capricorn: simbol zodiak ke sepuluh

Elemen: Tanah
Planet: Saturnus
Batu: onyx, amber
Mineral: Timah
Warna: Cokelat
Karakteristik: kolot, bijaksana, berambisi, konstan, disiplin, berhati-hati

Simbol di balik Capricorn: kambing jantan

Simbol kambing jantan ini melambangkan keras kepala yang luar biasa, mereka cenderung egois dan nyaman hidup sendiri. Mereka adalah sosok yang tertutup dan jarang berbagi perasaan dengan orang lain. Mereka memiliki gairah dan ambisi untuk selalu mencapai posisi puncak dan mendapat yang terbaik.

Aquarius: simbol zodiak ke sebelas

Elemen: udara
Planet: Uranus
Batu: Amethyst
Mineral: Uranium
Warna: Biru Langit
Karakteristik: mandiri, opini keras, idealis, pendiam, ramah, cerdas

Simbol di balik Aquarius: pembawa air

Simbol pembawa air adalah sosok yang sangat alami dan sangat spiritualis. Mereka adalah sosok dewasa yang cinta damai. Orientasi mereka adalah kemajuan dan perkembangan, untuk itu mereka adalah orang-orang yang gemar belajar dan sangat cerdas.

Pisces: simbol zodiak ke duabelas

Elemen: air
Planet: Neptunus
Batu: Giok/ koral
Mineral: timah
Warna: Biru laut
Karakteristik: memiliki intuisi yang tajam, simpatik, sensitif, lembut, mudah dipengaruhi

Simbol di balik Pisces: ikan

Pisces disimbolkan oleh dua ikan yang berenang berlainan arah. Simbol tersebut melambangkan karakter Pisces yang selalu bimbang dan tak mudah mengambil suatu keputusan. Namun mereka adalah orang yang sangat terbuka dan mudah menerima masukan atau kritik dari luar.

Intip Arti Mimpi Anda!

Mimpi dikatakan sebagai bunga tidur, penghias malam di saat Anda sedang beristirahat. Tetapi sebagian besar orang percaya bahwa mimpi adalah bisikan hati kecil yang memberikan suatu petunjuk saat kita bangun dan harus kembali beraktivitas. Mungkin di keseharian kita sedang mengalami masalah dan sedang bimbang, maka hati kecil memberikan pendapatnya melalui mimpi agar kita dapat keluar dari masalah.

Percaya atau tidak? Kita lihat saja yuk beberapa mimpi yang sering muncul di dalam tidur kita, dan apa sih kira-kira artinya?

1. Barang kesayangan Anda rusak

Jika semalam Anda bermimpi bahwa barang kesayangan Anda rusak, artinya secara umum adalah ada yang harus diperbaiki di dalam hidup Anda, berkaitan dengan benda yang disimbolkan di dalam mimpi Anda. Misal, jika Anda bermimpi Blackberry Anda terjatuh dan pecah, artinya Anda perlu memperbaiki komunikasi dengan seseorang, terutama yang sering berhubungan dengan Anda akhir-akhir ini.

2. Kehilangan atau menerima uang

Bermimpi menemukan atau mendapatkan uang artinya Anda akan bertemu rejeki yang Anda dambakan selama ini, suatu tujuan akan tercapai, Anda akan mendapatkan keuntungan atau sesuatu yang berharga akan Anda temui dalam waktu dekat.

Sedangkan bermimpi kehilangan uang, Anda akan belajar suatu hal yang penting di dalam hidup. Dan pada umumnya pengalaman itu sedikit pahit dan membuat Anda kecewa, namun tentunya akan sangat berharga dan berarti bagi kemajuan Anda.

3. Sedang ujian, sedang di ruangan kelas, sedang naik tangga, menyeberangi sungai, menyeberangi jembatan

Mimpi kali ini mengatakan bahwa ada ketakutan besar di dalam diri Anda untuk melangkah ke level yang lebih tinggi. Anda takut akan tantangan atau penghalang yang ada di depan Anda.

4. Ada yang sakit atau meninggal

Konon katanya jika kita bermimpi seseorang sedang sakit atau meninggal artinya ia berumur panjang. Tetapi ada arti lain yang mungkin belum Anda ketahui. Saat mimpi itu menggambarkan seseorang atau diri kita sedang sakit atau meninggal, menandakan sebuah perubahan besar di dalam hidup. Mungkin sebuah pelajaran baru yang membuat Anda dewasa, cara hidup Anda atau suatu perubahan cukup mendasar lainnya. Tetapi tentunya tidak ada salahnya lebih memperhatikan soal kesehatan jika kita mengalami mimpi tersebut.

5. Dikejar atau sedang berlari

Mimpi sedang berlari atau sedang dikejar berarti Anda sedang dikuasai oleh stres Anda. Ada tanggung jawab besar yang membuat Anda merasa tertekan sampai terbawa ke alam mimpi. Sebaiknya sebelum tidur Anda mengambil posisi senyaman mungkin, telentang adalah posisi terbaik. Minum susu putih hangat sebelum tidur agar Anda merasa lebih tenang. Usahakan Anda dalam keadaan rileks saat akan beristirahat.

6. Bermimpi soal gigi (patah atau tumbuh)

Gigi mewakili kedewasaan, kebijaksanaan, keseimbangan emosi di dalam diri. Saat Anda bermimpi gigi Anda patah atau tumbuh, hal ini berkaitan erat dengan perkembangan diri Anda, perasaan Anda dan hubungan dengan orang yang ada di sekeliling Anda. Bisa jadi merupakan peringatan bagi Anda untuk berpikir lebih dalam tentang suatu keputusan yang Anda ambil.

7. Bermimpi sedang telanjang

Bukan berarti mimpi basah lho ya, tetapi mimpi ini kerap dialami ketika Anda merasa sedang diekspose dan diperhatikan terlalu berlebihan, sementara diri Anda membutuhkan privasi untuk melewati fase-fase sulit di dalam hidup Anda.

8. Bermimpi terjatuh, terbang atau tenggelam

Ketiganya sebenarnya merupakan diri Anda yang sedang menyelami alam bawah sadar Anda sendiri. Ketika Anda bermimpi jatuh atau tenggelam, maka Anda sedang menyelami pikiran terdalam Anda, perasaan dan kenangan Anda di masa lalu yang mungkin menghantui Anda. Sedangkan jika Anda bermimpi sedang terbang, maka Anda berhubungan dengan alam, hal-hal spiritual, energi yang besar, yang bisa saja Anda temui tanpa Anda sadari.

9. Air

Ada dua kondisi air di dalam mimpi kita, yang pertama: badai, hujan deras, banjir, ombak besar, hal ini menunjukkan tentang perasaan yang sedang kita rasakan, situasi emosional yang menantang dan berapi-api. Ini biasa terjadi jika Anda sedang dalam kondisi emosi atau marah.

Sebaliknya kondisi kedua adalah: air tenang, pantai, danau, menunjukkan keadaan emosi Anda yang tenang dan cerita cinta Anda yang berjalan mulus.

10. Terlambat, ketinggalan kereta

Kondisi mimpi ini menunjukkan kurangnya motivasi di dalam hidup Anda, sehingga Anda perlu mendorong diri sendiri untuk melakukan hal-hal lebih baik lagi, lebih disiplin, lebih cermat, dan bersemangat.

Kamis, 22 Oktober 2009

NASIKH WAL MANSUKH

A. Pengertian Nasikh dan Mansukh
Nasikh menurut bahasa artinya menghapus, dan sering diartikan memindahkan. Sedangkan menurut istilah nasikh yaitu menghapus sesuatu yang sudah tetap dalam syari’at dengan dalil yang datang kemudian.

B. Perbedaan Nasikh, Takhshish dan Bada’.
Disamping masalah nasikh, muncul juga isu lain, yaitu takhshia dan bada’ yang telah akrab dengan kita sewaktu mempelajari nasikh, yang dipahami secara keliru oleh kaum yahudi dan nasrani bahwa bada’ itu mustahil bagi Allah Swt. Sementara ini yang populer dan paling banyak membicarakan tentang bada’ adalah madzhab Imamiyah. Karena itu, kita melihat sebagian saudara kita, para ulama Ahlusunah, mencap saudara Imamiya mereka dengan tuduhan yang tidak baik. Mereka mencapnya sesat dan menyimpang dari pada yahudi dan nasrani yang menolak nasikh, sebab mereka menolak nasikh untuk menyucikan Allah Swt dari sifat-sifat kekurangan. Sementara Imamiyah menisbatkan bada’ kepada Allah Swt bahwa menuduh Allah itu tidak tahu dan memiliki kekurangan.
Pengertian bada’ yang dipahami oleh orang yahudi dan nasrani yaitu berkenaan dengan qudrah Allah Swt, yang juga dibantah oleh Allah dalam surat Al-Maidah ayat 64, yang artinya: “ orang-orang yahudi berkata: ‘tangan Allah terbelenggu, sebenarnya tangan mereka yang terbelenggu dan merekalah yang dilaknat disebabkan apa yang telah mereka katakan, (tidak demikian) tetapi kedua tangan Allah itu terbuka. Dia manafkahkan sebagaimana Dia kehendaki….”
Ringkasan kesalahpahaman ini adalah bahwa kalau Allah menciptakan sesuatu dan titah-Nya berlaku atasnya, maka adalah sangat mustahil bagi Allah untuk mengubahnya lagi. Misalnya adalah, ketika Dia menciptakan hukum gravitasi bumi. Maka, Dia menjadi tidak berkuasa lagi dan tidak berdaya dengan hukum ini sehingga tidak bisa mengubah atau menghapusnya. Dan diriwayatkan oleh Imam Shadiq as, “mereka tidak menyangka kepada Allah begitu tetapi berkata bahwa Ia telah menyelesaikan tugasnya dan tidak bisa menambahi dan menguranginya”.
Sedangkan bada’ yang diyakini oleh Imamiyah adalah gagasan tentang perubahan dan penghapusan di alam raya ciptaannya, yang sesuai dengan surat Al-Maidah ayat 64 yang artinya: “tetapi kedua tangan-Nya terbuka lebar. Ia menginfaqkan apa yang Ia kehendaki, serta ayat “Allah menghapus apa yang Ia kehendaki dan menetapkan dari sisi-Nya induk segala kitab”. Gagasan ini meyakini ilmu Allah yang mengatasi segala-galanya ke masa depan dan ke masa lalu, Ia berkuasa menambahi, mengurangi dan mengubah. Allah juga maha berkuasa untuk mendahulukan atau menunda dan mengganti.
Sedangkan takhshis berarti menentukan, yakni mengeluarkan sebagian yang masuk di bawah lingkungan umum, ketika tidak ada yang menakhshis (orang yang mempergunakan takhshis).
Jadi, dapat disimpulkan bahwa perbedaan antara nasikh, takhshis dan bada’ adalah, nasikh adalah kekuasaan atau kehendak yang dimiliki oleh Allah dan hanya suatu pertentangan satu ayat dengan yang lain dalam kejelasan lafadznya, bada’ adalah kekurangan atau hal yang menentang adanya nasikh sedangkan takhshis adalah bagian dari pada nasikh yang berarti mengkhususkan sesuatu yang umum.

C. Dasar-Dasar Penetapan Nasikh Mansukh
Ayat yang menjadi dasar adanya nasikh :
               •      
Artinya : “Ayat mana saja yang kami nasakhkan, atau kami jadikan (manusia) lupa kepadanya, kami datangkan yang lebih baik daripadanya atau yang sebanding dengannya. Tidakkah kamu mengetahui bahwa Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu?”(QS. Al-Baqarah : 106)
1. Syarat-Syarat Nasakh
Untuk diterima adanya nasakh diperlukan syarat-syarat sebagai berikut:
- Yang dinasakh (mansukh) itu adalah hukum syara’, yang bukan sesuatu yang zatnya memang diwajibkan.
- Nasikh (yang menghapus) harus dalil-dalil syara’.
- Mansukh itu tidak terikat oleh waktu yang tertentu, seperti contoh dalam surat Al-Baqarah ayat 187 yang artinya : “Makan dan Minumlah kamu sehingga terang / tampak olehmu benang putih dari benang hitam, ialah fajar”.
- Nasikh harus lebih kuat dari mansukhnya atau sekurang-kurangnya sama jangan kurang dari itu, karena yang lemah tidak dapat menghapuskan yang kuat.
- Nasikh harus munfasil (terpisah) dari mansukhnya dan datangnya terkemudian setelah mansukhnya,
- Nasikh (yang menghapus) harus hukum yang berasal dari Al-Qur’an dan Sunnah.
- Nasikh dapat diketahui benar-benar sebagai nasikh dengan mengetahui adanya penjelasan dan lafadz yang menunjukan pembatalan.
- Adanya pertentangan antara dua dalil yang tidak bisa dikumpulkan antara dua buah dalil yang bertentangan, maka tidak ada boleh nasakh.

D. Perbedaan Pendapat Tentang Adanya Nasikh Dan Mansukh.
Banyak sekali pendapat-pendapat yang dikemukakan tentang ada dan tidaknya nasikh dan mansukh ini baik dari para ulama, ahli tahqiq, ahli tafsir dan lain sebagainya, akan tetapi pada intinya, sumber perbedaan pendapat dalam mendefinisikan lafal nasikh kembali kepada membatasi makna kata secara etimologi dan membatasi makna kata secara terminology. Perbedaan pendapat dalam menetapkan definisi nasikh, telah membayangkan kepada kita beberapa macam perselisihan yang lain dalam pokok pembicaraan ini.
Sebagaimana pernyataan yang dikemukakan oleh Ibnul Hashshar, yang harus kita pergunakan untuk menetapkan nasikh dan mansukh agar diantara kita sekalian tidak ada pertentangan seperti yang terjadi diantara para ulama, ialah nukilan yang tegas dari Rasulullah Saw atau dari sahabat-sahabatnya yang tegas menyatakan ayat ini, dinasakhkan oleh ayat itu. Dan juga kita dapat menetapkan kemansukhan suatu ayat, apabila terdapat pertentangan dengan sesuatu ayat yang lain yang tidak dapat dipertemukan serta diketahui sejarahnya, agar kita mengetahui mana ayat yang terdahulu dan mana yang kemudian.
Dalam masalah nasakh kita tidak dapat berpegang kepada pendapat ahli-ahli tafsir, tidak pula kepada ijtihad para mujtahid tanpa ada nukilan yang benar dan tanpa ada pertentangan yang nyata, karena nasikh berarti mengangkat suatu hukum yang telah tetap di masa Nabi.
Para muhaqqiq menandaskan, bahwa kebanyakan ayat yang disangka oleh ahli tafsir mansukhah atau nasikhah, sebenarnya hanya pengangguhan hukum, atau suatu kemujmalan yang ditunda penjelasannya sampai kepada waktu dirasa perlu atau untuk yang khusus.

E. Macam-Macam Nasikh Dalam Al-Qur’an.
Para ulama ushul membagi nasikh kepada beberapa macam, antara lain:
1. Yang dinasikh dalam kitab bacaannya, tetapi hukumnya tetap, misalnya dalam ayat yang artinya “orang yang sudah tua laki-laki maupun perempuan, jika berzina rajamlah keduanya tidak boleh tidak”. Ayat ini tidak ada pada bacaan, karena dihilangkan (dinasakh), tetapi hukumnya tetap, sebab sesudah itu nabi saw merajam orang yang muhshan. (hr. Bukhari dan muslim).
2. Dinasakh hukumnya, tetapi bacaannya tetap, seperti ayat:
       ••      
Artinya: “ Dan orang-orang yang akan meninggal dunia diantara kamu dan meninggalkan isteri, hendaklah berwasiat untuk isteri-isterinya (yaitu) diberi nafkah hingga setahun lamanya dengan tidak disuruh pindah dari rumahnya”. (QS. Al-Baqarah : 240).
Dari ayat ini dipahamkan bahwa ‘iddah wafat itu satu tahun lamanya, tetapi kemudian dinasakh dengan ayat:
           
Artinya: “Orang-orang yang meninggal dunia di antaramu dengan meninggalkan isteri-isteri (hendaklah para isteri itu) menangguhkan dirinya (ber'iddah) empat bulan sepuluh hari”(QS. Al-Baqarah : 234)
3. Dinasakh bacaan beserta hukumnya bersama-sama: misalnya hadits Muslim dari Aisyah r.a yang menyatakan bahwa: “ Menurut ayat yang pernah diturunkan (dalam Al-Qur’an) sepuluh kali menyusu yang diketahui itu menjadikan haram”. “kemudian dinasakhkan dengan lima kali menyusu yang diketahui itu menjadikan haram”.
Tegasnya, dahulu pernah diturunkan bahwa sampai mengharamkan antara anak dan ibu susuan itu apabila telah sampai sepuluh kali susuan. Kemudian dinasakh dengan ayat yang menerangkan lima kali susuan sudah cukup menjadi batas bagi haramnya antara anak susuan dan ibu susuan.
4. Nasikh kitab dengan sunnah, misalnya firman Allah Swt:
        • .... 
Artinya: “Diwajibkan atas kamu, apabila seorang di antara kamu kedatangan (tanda-tanda) maut, jika ia meninggalkan harta yang banyak, berwasiat untuk ibu-bapak dan karib kerabatnya…”(QS. Al-Baqarah : 180)
Kemudian dinasakh oleh hadits Nabi Saw yang artinya: “Tidak dianggap sah berwasiat untuk ahli waris”. (HR. Turmudzi dan ibn Majah)
5. Nasakh sunnah dengan sunnah, misalnya hadits Muslim yang menyatakan: “Dahulu aku telah melarang ziarah kubur, maka sekarang bolehlah engkau menziarahinya”.
Dan didalam contoh yang lain, Nabi Saw pernah berkata: “Janda yang berzinah dengan duda (dihukum) jilid 100 kali dan rajam”. Kemudian Nabi Saw pernah merajam Ma’iz dan tidak menjilidnya. Perbuatan Nabi terhadap Ma’iz ini berarti menghapus hukum yang terdapat dalam hadits yang pertama.
6. Nasakh sunnah dengan kitab, misalnya menasakh menghadap ke baitul maqdis: “Bahwasanya Nabi Saw, menghadap baitul maqdis dalam shalat enam belas bulan” (sepakat Ahli Hadits).
Dinasakh oleh ayat:
       •                 •               
Artinya: “Sungguh kami (sering) melihat mukamu menengadah ke langit, Maka sungguh kami akan memalingkan kamu ke kiblat yang kamu sukai. palingkanlah mukamu ke arah Masjidil Haram. dan dimana saja kamu berada, palingkanlah mukamu ke arahnya. dan Sesungguhnya orang-orang (Yahudi dan Nasrani) yang diberi Al Kitab (Taurat dan Injil) memang mengetahui, bahwa berpaling ke Masjidil Haram itu adalah benar dari Tuhannya; dan Allah sekali-kali tidak lengah dari apa yang mereka kerjakan. (QS. Al-Baqarah :144)
7. Nasakh dalam Al-Qur’an.
Memang dalam hal ini ada dua pendapat dikalangan ulama ushul, yaitu:
a. Golongan yang membenarkan adanya nasakh dalam al-qur’an
Golongan pertama yang dipelopori oleh Asy-Syafi’I, An-Nahhas, As-Sayuti dan Asy-Syaukani. Alasan-alasan golongan ini berdasarkan firman Allah:
               •      
Artinya: “Ayat mana saja yang kami nasakhkan, atau kami jadikan (manusia) lupa kepadanya, kami datangkan yang lebih baik daripadanya atau yang sebanding dengannya. Tidakkah kamu mengetahui bahwa Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu?”(QS. Al-Baqarah : 106)
Dan dalam Surat An-Nahl ayat 101:
   •                
Artinya: “Dan apabila kami letakkan suatu ayat di tempat ayat yang lain sebagai penggantinya padahal Allah lebih mengetahui apa yang diturunkan-Nya, mereka berkata: "Sesungguhnya kamu adalah orang yang mengada-adakan saja". bahkan kebanyakan mereka tiada Mengetahui”(QS. An-Nahl : 101)

b. Golongan yang menolak adanya nasakh dalam al-qur’an
Adapun golongan kedua yang menyatakan bahwa dalam Al-Qur’an tidak ada nasikh mansukh, mereka ialah: Abu Muslim Isfani, Al-Fakhrur Razi, Rasyid Ridla, dan Muhammad Abduh. Alasan-alasan golongan ini berdasarkan firman Allah Swt:
                
Artinya: “ Dan bacakanlah apa yang diwahyukan kepadamu, yaitu Kitab Tuhanmu (Al Quran). tidak ada (seorangpun) yang dapat merobah kalimat-kalimat-Nya. dan kamu tidak akan dapat menemukan tempat berlindung selain dari padanya”(QS. Al-Kahfi : 27)
Menurut ayat ini, nyata tidak seorangpun dapat atau berhak merubah firman-firman Allah.

F. Hikmah Keberadaan Nasikh Dalam Al-Qur’an.
1. Memelihara kemaslahatan hamba
2. Mengembangkan tasyri’ itu kepada tingkat yang sempurna dengan menunjang perkembangan dakwah dan melihat perkembangan keadaan orang banyak.
3. Mencoba mukallaf dan melakukan percobaan-percobaan dengan mengikuti perintah dan meniadakannya.
4. Menanamkan kemauan yang lebih baik kepada umat dan memudahkannya.

TALAK

A. Definisi Talak
Talak berasal dari kata “ithlaq” yang artinya secara harfiyah atau bahasa berarti perpisahan, melepaskan, lepas atau bebas. Sedangkan secara terminologis berarti melepaskan ikatan suami isteri yang sah oleh pihak suami dengan lafal tertentu atau yang sama kedudukannya seketika itu atau masa mendatang. Dan di dalam undang-undang no. 1 tahun1974 pasal 117 talak berarti “ikrar suami di hadapan siding Pengadilan Agam yang menjadi salah satu sebab putusnya perkawinan, dengan cara sebagaimana yang telah di atur”.

B. Macam-Macam Talak
Macam-macam talak ini dapat ditinjau dari beberapa segi, yaitu:
1. Talak dilihat dari segi Sighat (ucapan)
Sighat talak adalah bentuk kalimat yang diucapakn seorang lelaki untuk menunjukan pelepasan ikatan suami istri dan mewujudkan perkataannya dengan perbuatan. Ada kalanya berupa kalimat terang-terangan dan ada kalanya sindiran.
a. Talak yang terang-terangan
b. Talak dengan sindiran (kinayah)
2. Talak dilihat dari tempat kejadian
a. Talak munjaz, Ialah talak yang kalimatnya tanpa disertai syarat dan penetapan waktu.
b. Talak mudhaf, yaitu bentuk kalimat talak yang berkaitan dengan masa jatuhnya talak di waktu itu apabila telah tiba.
c. Talak muallaq, ialah talak yang berlakunya dikaitkan oleh suami dengan suatu perkara yang terjadi di masa mendatang.
3. Talak dilihat dari segi keadaan isteri.
a. Talak sunni, yaitu talak yang diperbolehkan ketika suami menjatuhkan talak itu kepada si isteri, ketika si isteri tidak dalam keadaan haid, hamil dan tidak dipergauli pada waktu suci.
b. Talak bid’i, yaitu talak yang dilarang bilamana talak itu dijatuhkan oleh suami ketika si isteri dalam keadaan haid, nifas atau dalam keadaan suci namun dalam waktu itu telah dicampuri oleh suaminya.
4. Talak dilihat dari segi kemungkinan bolehnya suami kembali kepada mantan isterinya.
a. Talak raj’i, adalah talak kesatu dan kedua, dimana suami berhak rujuk dengan isterinya selama masih dalam masa iddah.
Allah Swt berfirman dalam surat Al-Baqarah ayat 228 dan ayat 229, yakni:
“Wanita-wanita yang ditalak hendaklah menahan diri (menunggu) tiga kali quru’. Tidak boleh mereka menyembunyikan apa yang diciptakan Allah dalam rahimnya, jika mereka beriman kepada Allah dan hari akhirat. Dan suami-suaminya berhak merujuknya dalam masa menanti itu jika mereka (para suami) itu menghendaki perdamaian”. (QS. Al Baqarah : 228)
         ...
“Talak (yang dapat dirujuk) dua kali. Setelah itu boleh rujuk lagi dengan cara yang ma’ruf atau menceraikan dengan cara yang baik”(QS. Al Baqarah : 229).
b. Talak ba’in, yaitu talak yang memisahkan isteri dari suaminya secara final sehingga tidak memungkinkan suami kembali kepada isterinya kecuali dengan nikah baru. Talak ba’in terbagi menjadi dua macam:
- Talak ba’in sughra, ialah talak satu dan dua yang tidah boleh dirujuk tapi boleh nikah baru dengan bekas suaminya meskipun dalam masa iddah.
- Talak ba’in kubra, ialah talak tiga baik sekali ucapan atau berturut-turut, talak ini menyebabkan si suami tidak boleh kembali kepada isterinya meskipun dengan nikah baru, kecuali bila isterinya itu telah menikah dengan laki-laki lain kemudian bercerai dan habis pula masa iddahnya.




C. Syarat Talak
1. Suami yang mentalak adalah seseorang yang telah dewasa dan sehat akalnya dan ucapan talak yang dikeluarkannya adalah atas dasar kesadaran dan kesengajaannya
2. Perempuan yang ditalak adalah isterinya atau orang yang secara hukum masih terikat dengannya.
3. Shighat atau ucapan talak yang dilakukan oleh suami kepada isterinya, baik secara lisan ataupun tulisan yang dapat dipahami dengan perantara orang lain, bahkan dapat pula dengan isyarat orang yang bisu yang dapat dipahami oleh orang yang melihat dan mendengarnya.
4. Adanya dua orang saksi, agar dapat dipertanggung jawabkan di depan hukum atas kesaksiannya.
5. Undang-undang di dunia Islam yang telah menetapkan perceraian itu mesti di pengadilan.

D. Sifat Talak
Ketentuan dalam pasal 41 UUP sifat talak ini memang lebih bersifat global, dan kompilasi merincinya dalam empat kategori, akibat cerai talak, cerai gugat, akibat khulum, akibat li’an dan yang terakhir menurut hemat penulis yang tidak mendapat penekanan khusus adalah akibat kematian suami.

E. Hukum Talak
Pada dasarnya perceraian atau talak itu adalah sesuatu yang tidak disenangi yang dalam istilah ushul fiqh disebut makruh. Walaupun hukum asal dari talak itu makruh, namun melihat keadaan tertentu dalam situasi tertentu maka hukum talak itu adalah sebagai berikut:
1. Nadab/sunat, yaitu bila keadaan rumah tangga sudah tidak bisa dilanjutkan dan seandainya dipertahankan maka akan timbul kemudaratan yang lebih besar diantara kedua belah pihak.
2. Mubah atau boleh saja dilakukan bila memang perlu terjadinya perceraian dan tidak ada pihak-pihak yang dirugikan dengan perceraian itu dan manfaatnya ada.
3. Wajib atau mesti dilakukan, yaitu perceraian yang mesti dilakukan oleh hakim terhadap seorang yang telah bersumpah untuk tidak menggauli isterinya sampai masa tertentu, serta ia tidak mampu pula membayar kaffarat sumpah. Dan tindakan ini memudaratkan bagi isteri.
4. Haram talak itu dilakukan tanpa alasan sedangkan isterinya dalam keadaan haid atau suci yang dalam masa itu ia telah di gauli.

F. Akibat dan Hikmah yang Timbul dari Perceraian
Akibat yang mungkin akan timbul dari adanya perceraian bisa beraneka ragam tergantung kepada kemampuan suami atau istri dalam menyikapi dan memecahkan permasalahan yang akan timbul setelah terjadinya perceraian tersebut. Tetapi akibat yang timbul secara umum dari adanya perceraian tersebut, kebanyakan berdampak kurang baik terutama bagi kehidupan mereka yang sudah mempunyai keturunan/anak karena untuk mendidik anak diperlukan perhatian dan kasih sayang dari kedua orang tua.
Walaupun talak itu dibenci namun ada saja hikmah yang dapat diambil seperti dalam rangka menolak terjadinya kemudharatan yang lebih besar, dengan demikian talak dalam Islam hanyalah untuk suatu tujuan mashlahat.

AKAL DAN WAHYU

A. PENDAHULUAN
Banyak hal yang menarik dari doktrin akidah Islam. Doktrin Islam selama ini telah membentuk cara pandang serta cara berpikir umatnya. Cara berpikir dengan akal ataupun interpretasi terhadap wahyu Ilahiah akan membentuk kesadaran serta perilaku. Lalu dengan realitas umat islam saat ini, timbul suatu paradoks yang membuat kita harus melakukan interprestasi ulang terhadap sistem berpikir (akal) maupun wahyu Ilahiah dalam konteks keseharian.
Memang kita dapati pada setiap bangsa dan di semua zaman, bahwa banyak orang dilemparkan oleh karena kekurangan ilmu pengetahuannya dan kelalaiannya sendiri keluar dari pantai keyakinan, sehingga ia jatuh kedalam lembah keraguan.

B. PEMBAHASAN
1. AKAL
1.1 Definisi Akal
Manusia umumnya dikonsepkan sebagai hewan yang berfikir (hayawan natiq). Daya berfikir, yang dalam falsafah islam dikatakan sebagai salah satu daya yang dipunyai oleh roh, disebut akal. Akal dipandang sebagai esensi manusia. Bahkan dalam pandangan islam, seseorang baru dikatakan mukallaf (orang yang sudah dibebani kewajiban-kewajiban agama), salah satu dasarnya adalah bila seseorang itu sudah berakal.
Di dalam kitab Ihya ‘Ulumuddin, Imam Ghazali telah menjelaskan bahwa perkataan akal ini digunakan untuk menunjukan kepada empat makna, yaitu:
1. Akal adalah sifat yang membedakan manusia dari pada hewan.
2. Akal adalah ilmu pengetahuan yang timbul kealam wujud pada diri kanak-kanak yang dengannya ia dapat membedakan tentang mungkinnya perkara yang mungkin dan mustahilnya perkara yang mustahil.
3. Akal adalah ilmu pengetahuan yang diperoleh dari pada pengalaman dengan berlakunya macam-macam keadaan.
4. Akal sebagai kekuatan daripada instinct yang berkesesudahan kepada mengetahui akibat dari pada segala perkara dan mencegah serta menundukan hawa nafsu yang mengajak kepada kesenangan sesaat.
Apabila seseorang telah memiliki kekuatan seperti itu, maka ia disebut berakal. Segala gerak langkahnya mengikuti kepada kehendak pertimbangan akan akibat-akibatnya, tidak mengikuti kepada kehendak hawa nafsu.
Sedangkan menurut Hamka akal ialah anugrah Tuhan kepada makhluk yang dipilihn-Nya, yakni manusia. Sebagai anugrah terhadap makhluk pilihan, akal menjadi dasar yang membedakan antara manusia dengan makhluk lainnya. Perbedaan itu di letakkan oleh Tuhan pada pemberian akal, telah memberikan potensi kepada manusia untuk meneliti dan mencari rahasia yang tersembunyi. Dengan akal itulah manusia dimungkinkan untuk melakukan perenungan, dan pada gilirannya mampu melakukan penelitian.
Sebagai pemberian Tuhan, akal mempunyai kebebasan untuk mencari, kendatipun kawasan pencarian akal itu hanya sebatas wilayah yang dapat dijangkaunya. Dengan akal manusia mempunyai kecerdasan yang memberikan kemampuan untuk menilai dan mempertimbangkan dalam pelaksanaan perbuatan manusia sehari-hari.
Al-Qur’an selalu menekankan agar manusia beriman dengan menggunakan pikiran. Allah Swt telah berfirman dalam surat Al-A’raf ayat 179 yang artinya:
“Dan Sesungguhnya kami jadikan untuk (isi neraka Jahannam) kebanyakan dari jin dan manusia, karena mereka mempunyai akal tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami (ayat-ayat Allah) dan mereka mempunyai mata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah), dan mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak dipergunakannya untuk mendengar (ayat-ayat Allah). mereka itu sebagai binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi. mereka Itulah orang-orang yang lalai”
Dan ditegaskan dalam hadits Nabi Saw yang di riwayatkan oleh Ibn al-Mahbar dan Tirmidzi, yang artinya:
“bahwa Nabi Saw telah bersabda kepada Abu al-Darda: “Lebihkanlah akal anda supaya anda lebih dekat dengan Tuhan anda”. Abu al-Darda berkata: “Demi ibu bapakku ya Rasulullah, bagaimana aku boleh melakukan yang demikian?”. Beliau menjawab: “Jauhilah semua yang diharamkan oleh Allah Swt dan kerjakanlah semua yang diwajibkan oleh-Nya, maka anda akan menjadi orang yang berakal, kerjakanlah amal-amal saleh, niscaya anda akan bertambah kedekatan dengan Tuhanmu “azza wa jalla dan kemuliaan di hari yang akan datang”.
Jadi, akal adalah nikmat yang diberikan Allah Swt kepada manusia yang sangat besar dan patut kita syukuri, dan Allah Swt merintah agar kita senantiasa menjaga, memelihara dan menggunakannya.

1.2 Fungsi Akal
- Sebagai alat untuk membedakan atau menilai baik buruknya sesuatu, maka akal mempunyai peranan dalam membentuk sifat-sifat yang baik di dalam jiwa manusia, disamping menghilangkan sifat-sifat yang buruk daripadanya.
- Membentuk pengertian dan merumuskan pendapat, maka akal mempunyai peranan dalam menjadikan manusia mempunyai kesediaan untuk menerima atau memperoleh ilmu pengetahuan dan mengumpulkan pengalaman.
- Membuat kesimpulan, akal mempunyai peranan dalam membentuk kekuatan pada diri manusia untuk mengekang syahwat dan menjauhi segala perkara yang merugikan dan membahayakan.

2. Wahyu
2.1 Definisi Wahyu
Wahyu adalah kata masdar yang berarti berita, baik berita itu disampaikan secara lisan ataupun tulisan. Pendeknya segala berita yang disampaikan kepada orang lain supaya orang itu mengetahuinya. Dan kemudian kata wahyu itu dibiaskan pemakaiannya kepada segala berita yang disampaikan dari Allah kepada para nabi. Dan ada pula yang mengatakan, bahwa wahyu itu pemberitahuan secara rahasia (isyarat) tetapi yang dimaksudkan adalah isi berita.
Adapula yang mengatakan wahyu adalah pengetahuan yang didapat seseorang pada dirinya sendiri dengan keyakinan yang penuh, bahwa pengetahuan itu datang dari Allah Swt baik dengan sesuatu perantara ataupun tidak.
Para ahli telah memberikan definisi secara istilah, bahwa wahyu adalah pemberitahuan Allah Swt kepada Nabi diantara nabi-nabi-Nya tentang hukum syara’.
Menurut Hamka wahyu adalah pengetahuan yang diberikan oleh Allah Swt kepada nabi-nabi. Para nabi sebagai menusia utama, menerima pengetahuan tersebut dari Tuhan dengan cara penerimaan langsung melalui perantara malaikat, atau dengan cara mendengar suara ataupun tidak, tetapi para nabi paham betul bahwa apa yang mereka terima itu berasal dari Tuhan.

2.2 Fungsi Wahyu
Fungsi wahyu yang pertama menurut Hamka adalah memberi tahu kepada manusia siapa Tuhan yang sebenarnya itu. Hal ini dijelaskan oleh Hamka dengan mengatakan bahwa “kedatangan agama ialah menuntun dan menjelaskan bahwa Dia memang satu adanya” dan lewat tuntunan wahyu itu pula, Dia yang satu itu dikenal oleh manusia dengan nama Allah yang bersifat Al-Rahman dan Al-Rahim.
Fungsi wahyu yang kedua, adalah memberi tuntunan bagi manusia apa yang boleh dilakukan dan apa yang tidak boleh dilakukan, atau dengan kata lain, setelah dituntun para nabilah manusia baru mengetahui bahwa bila ia melakukan kebaikan, manusia akan diberi ganjaran pahala, dan apabila ia melakukan kejahatan, maka kepadanya akan diberikan siksaan dan azab.
Dengan demikian fungsi wahyu pada intinya ialah pemberi informasi tentang kewajiban berterima kasih kepada Allah Swt serta kewajiban untuk melakukan yang baik dan meninggalkan yang buruk.

3. Pemahaman Beberapa Aliran Dalam Islam Mengenai Akal Serta Fungsi Wahyu.
Masalah akal dan wahyu dalam pemikiran kalam dibicarakan dalam konteks manakah diantara keduanya, akal ataukah wahyu sebagai sumber pengetahuan manusia tentang Tuhan, tentang kewajiban berterima kasih kepada Tuhan, tentang apa yang baik dan yang buruk, serta tentang kewajiban menjalankan yang baik dan menghindari yang buruk.
Aliran Mu’tazilah sebagai penganut pemikiran kalam rasional berpendapat bahwa akal mempunyai kemampuan mengetahui keempat hal tersebut diatas. Sementara itu aliran Maturidiyyah Samarkand yang juga termasuk penganut pemikiran kalam rasional mengatakan bahwa kecuali kewajiban menjalankan yang baik dan menghindari yang buruk, akal mempunyai kemampuan mengetahui ketiga hal lainnya.
Ayat-ayat Al-Qur’an yang dijadikan dalil oleh Mu’tazilah dan Maturiddiyah Samarkand untuk menopang pendapat mereka adalah surat Fushlihat ayat 53, surat Al-Ghasiyah ayat 17 dan surat Al-A’raf ayat 185.
Bagi aliran kalam rasional, karena akal manusia sudah mengetahui empat hal yang disebutkan di atas maka wahyu disini berfungsi memberikan konfirmasi tentang apa yang telah dijelaskan oleh akal manusia sebelumnya. Menurut mereka bukan berarti wahyu tidak perlu, wahyu diperlukan untuk memberitahu manusia bagaimana cara berterima kasih kepada Tuhan, dan menyempurnakan pengetahuan akal serta menjelaskan perincian hukuman yang akan diterima manusia di hari akhir.
Sedangkan aliran Asy’ariyyah sebagai penganut pemikiran kalam tradisional, berpendapat bahwa akal hanya mampu mengetahui Tuhan, sedangkan tiga hal lainnya, yakni kewajiban berterima kasih, baik dan buruk, serta kewajiban melaksanakan yang baik dan menghindari yang buruk, itu diketahui manusia berdasarkan wahyu. Sementara itu aliran Maturidiyyah Bukhara yang juga digolongkan kedalam pemikir kalam tradisional berpendapat bahwa dua dari keempat hal tersebut diatas, yakni mengetahui Tuhan dan mengetahui yang baik dan yang buruk dapat diketahui dengan akal. Sedangkan dua hal lainnya yakni kewajiban berterima kasih kepada Tuhan serta kewajiban melaksanakan yang baik dan menghindari yang buruk hanya dapat diketahui dengan wahyu.
Ayat-ayat Al-Qur’an yang dijadikan dalil bagi aliran kalam tradisional untuk memperkuat pendapatnya adalah surat Al-Isra’ ayat 15, surat Thaha ayat 134, surat An-nisa ayat 164 dan surat Al-Mulk ayat 8-9.
Bagi aliran kalam tradisional, karena mereka memberikan daya yang lemah kepada akal, fungsi wahyu bagi aliran ini sangat besar. Tanpa diberitahukan oleh wahyu, manusia tidak mampu mengetahui mana yang baik dan mana yang buruk, serta kewajiban-kewajibannya yang harus dilakukan sebagai hamba.

4. Korelasi Antara Akal dan Wahyu
Setelah kita memahami definisi serta fungsi dari akal dan wahyu tersebut maka keduanya mempunyai suatu korelasi yang sangat mengikat. Akal yang dipandang sebagai esensi manusia yang berdaya untuk berfikir serta wahyu yang di artikan sebagai berita atau informasi yang diberikan oleh Allah Swt kepada orang pilihan dan disampaikan kembali kepada yang lainnya. Lewat tuntunan wahyulah diperolehnya suatu petunjuk dan akal sebagai alat berfikir manusia berguna untuk menafsirkan wahyu yang telah diturunkan, walaupun akal pada dasarnya sangat terbatas daya jangkaunya dan yang dihasilkannya pun akan relative sehingga terjadinya keragaman pemaham tentang isi wahyu itu yang ditafsirkan oleh akal